Selasa, 29 Maret 2011

Lemah lembut dan menahan amarah ..


(◕‿◕✿)

•.¸¸.•´¯`•.♥.•´¯`•.¸¸.•♥•.¸¸.•
BismillahiRohmaaniRohiim
•.¸¸.•´¯`•.♥.•´¯`•.¸¸.•♥•.¸¸.•

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. .

Kelemahlembutan adalah akhlak mulia. Ia berada diantara dua akhlak yang rendah dan jelek, yaitu kemarahan dan kebodohan. Bila seorang hamba menghadapi masalah hidupnya dega kemarahan dan emosional, akan tertutuplah akal dan pikirannya yang akhirnya menimbulkan perkara-perkara yang tidak diridhoi Allah ta'ala dan rasul-Nya. Dan jika hamba tersebut menyelesaikan masalahnya dengan kebodohan dirinya, niscaya ia akan dihinakan manusia. Namun jika dihadapi dengan ilmu dan kelemahlembutan, ia akan mulia di sisi Allah ta'ala dan makhluk-makhluknya.Orang yang memiliki akhlak lemah lembut, insya Allah akan dapat menyelesaikan problema hidupnya tanpa harus merugikan orang lain dan dirinya sendiri.

Melatih diri untuk dapat memiliki akhlak mulia ini dapat dimulai dengan menahan diri ketika marah dan mempertimbangkan baik buruknya suatu perkara sebelum bertindak. Karena setiap manusia tidk pernah terpisahkan dari problema hidup, jika ia tidak membekali dirinya dengan akhlak ini, niscaya ia gagal untuk menyelesaikan problemanya.

Demikian agungnya akhlak ini sehingga rasullah memuji sahabatnya Asyaj Abdul Qais dengan sabdanya : Sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang dicintai Allah yakni sifat lemah lembut (sabar) dan ketenangan (tidak tergesa-gesa)  (HR. Muslim)

Akhlak mulia ini terjadang diabaikan oleh manusia ketika amarah telah
menguasai diri mereka, sehingga tindakannya pun berdampak negatif bagi dirinya ataupun orang lain. Padahal rasulullah sudah mengingatkan dari sifat marah yang tidak pada tempatnya, sebagaimana beliau bersabda kepada seorang sahabat yang meminta nasehat : Janganlah kamu marah.Dan beliau mengulanginya
berkali-kali dengan bersabda : Janganlah kamu marah (HR. Bukhari).

dari hadits ini diambil faedah bahwa marah adalah pintu kejelekan, yang penuh dengan kesalahan dan kejahatan, sehingga rasulullah mewasiatkan kepada sahabatnya itu agar tidak marah. Tidak berarti manusia dilarang marah secara mutlak. Namun marah yang dilarang adalah marah yang disebabkan
oleh hawa nafsu yang memancing pelakunya bersikap melampaui batas dalam berbicara, mencela, mencerca, dan menyakiti saudaranya dengan kata-kata yang tidak terpuji, yang mana sikap ini menjauhkannya dati kelemah lembutan.

Didalam hadits yang shahih Rasulullah shalallahu 'alahi wa sallam bersabda : Bukanlah dikatakan seorang yang kuat itu dengan bergulat, akan tetapi orang yang kuat dalam menahan dirinya dari marah (Muttafaqqun 'alahi).

Ulama telah menjelaskan berbagai cara menyembuhkan penyakit marah yang tercelah yang ada pada seorang hamba, yaitu :

1. Berdoa kepada Allah, yang membimbing dan menunjuki hamba-hambaNya ke jalan yang lurus dan menghilangkan sifat-sifat jelek dan hina dari diri manusia. Allah ta'alah berfirman :Berdoalah kalian kepadaku niscaya akan aku kabulkan.(Ghafir: 60)

2. Terus-menerus berdzikir pada Allah seperti membaca Al-Quran, bertasbih, bertahlil, dan istigfar, karena telah menjelaskan bahwa hati manusia akan tenang dan tenteram dengan mengingat Allah. Allah berfirman : Ingatlah dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram ( Ar-Ra'ad : 28)

3. Mengingat nash-nash yang menganjurkan untuk menahan marah dan balasan bagi orang-orang yang mampu manahan amarahnya sebagaimana sabda nabi shalallahu 'alaihi wasallam : Barang siapa yang menahan amarahnya sedangkan ia sanggup untuk melampiaskannya, (kelak di hari kiamat) Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluq-Nya hingga menyuruhnya memilih salah satu dari bidadari surga, dan menikahkannya dengan hamba tersebut sesuai dengan kemaunnya (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, lihat shahihul jami No. 6398).

4. Merubah posisi ketika marah, seperti jika ia marah dalam keadaan berdiri maka hendaklah ia duduk, dan jikalau ia sedang duduk maka hendaklah ia berbaring, sebagaimana sabda rasulullah shalallahu alaihi wa sallam : Apabila salah seorang diantara kalian marah sedangkan ia dalam posisi berdiri, maka hendaklah ia duduk. Kalau telah reda/hilang marahnya (maka cukup dengan duduk saja), dan jika belum hendaklah ia berbaring.(Al-Misykat 5114).

5. Berlindung dari setan dan menghindar dari sebab-sebab yang akan membangkitkan kemarahannya. Demikianlah jalan keluar untuk selamat dari marah yang tercela. Dan betapa indahnya perilaku seorang muslim jika dihiasi dengan kelemahlembutan dan kasih sayang, karena tidaklah kelemahlembutan berada pada suatu perkara melainkan akan membuatnya indah. Sebaliknya bila kebengisan dan kemarahan ada pada suatu urusan niscaya akan menjelekkannya. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda :
Tidaklah kelemah lembutan itu berada pada sesuatu kecuali akan
membuatnya indah,dan tidaklah kelembutan itu dicabut kecuali akan menjadikannya jelek (HR. Muslim).  Wallahu Musta'an ..

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan,agar Dia membantu memperbaiki amal ibadah kita.Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Robbul 'alamiin

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك

Agar Selalu Awet dalam Berteman ..


(◕‿◕✿)


•.¸¸.•´¯`•.♥.•´¯`•.¸¸.•♥•.¸¸.•
BismillahiRohmaaniRohiim
•.¸¸.•´¯`•.♥.•´¯`•.¸¸.•♥•.¸¸.•

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. .


Zaman sekarang teman sejati masih ada nggak ya ?
Jika kamu belum pernah menemukan teman yang sangat kamu sukai, awalilah dengan menjadi seorang bisa disukai teman-temanmu. Kita intip dulu tips berikut ini:

1. Jadilah pendengar yang baik buat teman-temanmu.
Jangan pernah sekalipun kamu bersikap menggurui. Memberi nasihat boleh-boleh aja, tapi jangan melakukannya dengan cepat. Pelahan-lahan namun pastikan temanmu itu mendengarkannya.

2. Setiap orang memiliki pribadi yang unik dan khas.
Cobalah mengerti bagaimana karakter temanmu. Hormatilah pendapatnya. Walau kadang kalian bisa saling berbeda pendapat dan keyakinan, namun pasti ada jalan tengah yang bisa ditempuh asal jangan tergesa-gesa memutuskannya.

3. Peliharalah kepercayaan yang telah diberikan oleh teman dekatmu itu.
Jangan pernah sekali-kali kamu mengobral rahasia temanmu pada orang lain. Saling jaga rahasia, anggap saja antara kalian ada sebuah permainan yang hanya bisa dimainkan oleh kamu dan temanmu.

4. Berilah dukungan dan pujilah temanmu, kesampingkan kesalahannya dan kelemahannya.

5. Jangan pernah merasa iri kepada temanmu.
Kebahagiaannya adalah bahagia milikmu juga. Ikut berbahagialan atas keberhasilan temanmu.

6. Dekat bukan berarti harus tergantung satu sama lain.
Berikan pertolongan secukupnya. Jagalah ‘jarak’ yang wajar. Mundurlah sedikit bila kita merasa pertemanan sudah terlampau dekat. Sebaliknya, mendekatlah kala kita merasa pertemanan sudah semakin renggang.

7. Sisihkan waktu untuk melakukan kegiatan refresing bersama.
Kembangkan sikap toleransi, fleksibelitas, asertive, empati dan belajar saling memahami.

8. Jangan pernah ragu untuk minta maaf pada temanmu saat kamu melakukan sebuah kesalahan padanya.Setelah itu berusahalah perbaiki kesalahanmu. Begitu pula sebaliknya, berikan maaf dan lupakan kesalahannya jika ia bersalah..Wallahu'alam Bishawab

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan,agar Dia membantu memperbaiki amal ibadah kita.
Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Robbul 'alamiin

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك

10 Nasehat Untuk Kaum Wanita ...


(◕‿◕✿)

•.¸¸.•´¯`•.♥.•´¯`•.¸¸.•♥•.¸¸.•
BismillahiRohmaaniRohiim
•.¸¸.•´¯`•.♥.•´¯`•.¸¸.•♥•.¸¸.•

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. .



Nasehat adalah sebuah kejernihan yang sewajarnya hadir dalam kehidupan masyarakat Islam.
Terkhusus bagi wanita muslimah yang hidup dijaman ini. Sapaan nasehat adalah penyejuk yang menyegarkan langkah dalam menuju ridha Yang Maha rahmah, Allah tabaraka taala.

   1. Wanita muslimah meyakini bahwa Allah adalah Tuhannya, Muhammad adalah nabinya dan Islam adalah agamanya, dan menampakkan jejak keimanan dalam perkataan, amalan dan keyakinan. Maka ia selalu menjauhi murka Allah, takut akan pedihnya azab Allah dan balasan akibat menyelisihi perintah-Nya.

   2. Wanita muslimah selalu menjaga sholat-sholat wajibnya, berwudlu, menjaga kekhusyukan dan ketepatan waktu melaksanakan sholat.Janganlah menyibukkan diri dengan aktivitas yang lain ketika datang waktu sholat. Meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat yang memalingkan dari ibadah kepada Allah. Ia pun menampakkan atsar (bekas) sholatnya dalam peri kehidupan, karena sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, sholat adalah penjaga terbesar dari kemaksiatan.

   3. Wanita muslimah selalu menjaga hijabnya (mengenakan jilbab) merasa mulia dengan hal tersebut dan dia tidak keluar dari rumah kecuali dalam kondisi berjilbab, dengan jilbab tersebut bertujuan agar Allah menjaganya.Ia pun bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan, menjaga dan mengehendaki terjaganya kesuciannya dengan jilbab. Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu anak-anakmu dan wanita beriman agar mereka mengenakan jilbab-jilbab mereka. (Al Ahzaab : 59).

   4. Wanita muslimah selalu mentaati suaminya, bersikap lembut, cinta,
mengajaknya kepada kebaikan, menasehati dan menghibur suaminya. Ia tidak mengeraskan suara dan kasar dalam berbicara kepada suaminya.

Rasulullah bersabda, apabila seorang wanita menjaga shalat lima waktunya, berpuasa di bulan ramadhan, menjaga kehormatannya, dan mentaati suaminya niscaya ia akan masuk surga. (Hadits Shahih jami).

   5. Wanita muslimah senantiasa mendidik putranya untuk taat kepada Allah, mengajarinya dengan aqidah yang benar, menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi maksiat dan akhlaq yang buruk,

firman Allah Azza Wa JAlla ,
wahai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka. (At Tahrim : 6).

   6. Wanita muslimah tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Sabda Rasulullah, barangsiapa wanita yang berdua-duaan dengan laki-laki, maka syetan yang ke-3 nya. Dan wanita muslimah tidak bepergian jauh kecuali untuk keperluan yang tidak bisa ditinggalkan dan disertai mahram dengan berjilbab.

   7. Wanita muslimah tidak berpenampilan atau berdandan seperti kaum laki-laki. Sabda Rasulullah, Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki. (Hadits Shahih).

Wanita muslimah juga tidak meniru orang-orang kafir dalam kekhususan dan kebiasaan mereka, barang siapa yang bertasyabuh (menyerupai) suatu kaum, maka ia termasuk golongan kaum tersebut. (Hadits Shahih).

   8. Wanita muslimah adalah daiyah (orang yang berdakwah)
dibarisan kaum wanita dengan menggunakan perkataan yang baik melalui jalan menziarahi tetangganya, menyambung persaudaraan, melalui telpon, memberikan buku-buku dan kaset-kaset Islam. Ia pun beramal dengan apa yang ia ucapkan dan bersemangat dalam menghindarkan diri dari adzab Allah, kalau Allah menghidayahi seseorang melalui perantara kamu maka hal tersebut lebih baik bagimu dari pada binatang ternak yang merah (harta dunia yang banyak). (HR. Bukhari dan Muslim).

   9. Wanita muslimah menjaga hatinya dari kerancuan dan hawa nafsu, menjaga pandangannya dari pandangan-pandangan yang haram, menjaga telinganya dari hal-hal yang melalaikan dari dzikrullah, ini semua yang dinamakan dengan taqwa, malulah terhadap Allah dengan sebenar-benarnya, barang siapa yang malu dengan sebenar-benarnya maka jagalah kepalanya dan apa yang ada didalamnya, dan jagalah perutnya serta yang ada didalamnya, ingatlah kematian dan musibah, barang siapa yang menghendaki akhirat hendaknya ia meninggalkan (tidak cinta) perhiasan-perhiasan dunia, barang siapa berbuat demikian niscaya sikap malunya kepada Allah benar. (Hadits Shahih Jami).

  10. Wanita muslimah tidak menyia-nyiakan waktu siang maupun malamnya untuk perbuatan yang tidak ada gunanya, atau melewatkan masa mudanya hilang dengan percuma, tinggalkanlah mereka yang menjadikan agamanya sebagai permainan dan kesia-siaan. (Al Anam : 70).

Allah berfirman tentang orang yang menyia-nyiakan umurnya, alangkah meruginya diri kami dari apa yang telah kami tinggalkan. (Al Anam : 31).

Wahai muslimah laksanakanlah nasehat-nasehat ini niscaya engkau akan jaya di dunia dan di akhirat...Wallahu 'alam Bishawab . . .

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan,agar Dia membantu memperbaiki amal ibadah kita.Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabbul 'alamiin

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك

Jangan Marah . . .

(◕‿◕✿)


•.¸¸.•´¯`•.♥.•´¯`•.¸¸.•♥•.¸¸.•
BismillahiRohmaaniRohiim
•.¸¸.•´¯`•.♥.•´¯`•.¸¸.•♥•.¸¸.•

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. .

Marah dan emosi adalah tabiat manusia. Kita tidak dilarang marah, namun diperintahkan untuk mengendalikannya agar tidak sampai menimbulkan efek negatif.


Dalam riwayat Abu Said al-Khudri Rasulullah Sallallahu 'alaihi Wasallam  bersabda :
Sebaik-baik orang adalah yang tidak mudah marah dan cepat meridlai, sedangkan seburuk-buruk orang adalah yang cepat marah dan lambat meridlai (H.R. Ahmad).


Dalam riwayat Abu Hurairah dikatakan :
Orang yang kuat tidaklah yang kuat dalam bergulat, namun mereka yang bisa mengendalikan dirinya ketika marah (H.R. Malik).

Menahan marah bukan pekerjaan gampang, sangat sulit untuk melakukannya.

Ketika ada orang bikin gara-gara yang memancing emosi kita, barangkali darah kita langsung naik ke ubun-ubun, tangan sudah gemetar mau memukul, sumpah serapah sudah berada di ujung lidah tinggal menumpahkan saja, tapi jika saat itu kita mampu menahannya, maka bersyukurlah, karena kita termasuk orang yang kuat.


Cara-cara meredam atau mengendalikan kemarahan:

1. Membaca Ta’awwudz. Rasulullah Sallallahu 'alaihi Wasallam bersabda :

Ada kalimat kalau diucapkan niscaya akan hilang kemarahan seseorang, yaitu A’uudzu billah mina-syaithaani-r-rajiim Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk (H.R. Bukhari Muslim).


2. Berwudlu. Rasulullah Sallallahu 'alaihi Wasallam bersabda :

Kemarahan itu itu dari syetan, sedangkan syetan tercipta dari api, api hanya bisa padam dengan air, maka kalau kalian marah berwudlulah (H.R. Abud Dawud).


3. Duduk. Dalam sebuah hadist dikatakan :
Kalau kalian marah maka duduklah, kalau tidak hilang juga maka bertiduranlah (H.R. Abu Dawud).


4. Diam. Dalam sebuah hadist dikatakan Ajarilah (orang lain), mudahkanlah, jangan mempersulit masalah, kalau kalian marah maka diamlah (H.R. Ahmad).


5. Bersujud, artinya shalat sunnah mininal dua rakaat. Dalam sebuah hadist dikatakan Ketahuilah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud). (H.R. Tirmidzi)  Wallahu Musta'an


Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan,agar Dia membantu memperbaiki amal ibadah kita.

Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabbul 'alamiin

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك

Rabu, 23 Maret 2011

Saudariku, Inilah Kemuliaanmu ! (Bag 2 Habis)

♥ ^Smile It's a Sunnah .
Bismillahir rohmaanir rohiim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Beberapa contoh hukum-hukum syariat Islam yang menggambarkan pemuliaan dan penghargaan Islam terhadap kaum perempuan.

1. Kewajiban memakai jilbab pakaian yang menutupi semua aurat secara sempurna [Lihat kitab Hiraasatul Fadhiilah (hal. 53)] ) bagi wanita ketika berada di luar rumah.Allah Ta’ala berfirman,

{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin agar hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu/disakiti. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Ahzaab:59).

Dalam ayat ini Allah menjelaskan kewajiban memakai jilbab bagi wanita dan hikmah dari hukum syariat ini, yaitu: “supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu/disakiti”.


Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata:  “Ini menunjukkan bahwa gangguan (bagi wanita dari orang-orang yang berakhlak buruk) akan timbul jika wanita itu tidak mengenakan jilbab (yang sesuai dengan syariat).

Hal ini dikarenakan jika wanita tidak memakai jilbab, boleh jadi orang akan menyangka bahwa dia bukan wanita yang ‘afifah (terjaga kehormatannya), sehingga orang yang ada penyakit (syahwat) dalam hatiya akan mengganggu dan menyakiti wanita tersebut, atau bahkan merendahkan/melecehkannya…

Maka dengan memakai jilbab (yang sesuai dengan syariat) akan mencegah (timbulnya) keinginan-keinginan (buruk) terhadap diri wanita dari orang-orang yang mempunyai niat buruk.”[Kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 489)].

2.  Kewajiban memasang hijab/tabir untuk melindungi perempuan dari pandangan laki-laki yang bukan mahram-nya.
Allah Ta’ala berfirman menerangkan hikmah agung disyariatkannya hijab/tabir antara laki-laki dan perempuan,

{وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ}

“Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. al-Ahzaab: 53).

Syaikh Muhammad bin Ibarahim Alu syaikh berkata: 
“(Dalam ayat ini) Allah menyifati hijab/tabir sebagai kesucian bagi hatinya orang-orang yang beriman, laki-laki maupun perempuan, karena mata manusia kalau tidak melihat (sesuatu yang mengundang syahwat, karena terhalangi hijab/tabir) maka hatinya tidak akan berhasrat (buruk).

Oleh karena itu, dalam kondisi ini hati manusia akan lebih suci, sehingga (peluang) tidak timbulnya fitnah (kerusakan) pun lebih besar, karena hijab/tabir benar-benar mencegah (timbulnya) keinginan-keinginan (buruk) dari orang-orang yang ada penyakit (dalam) hatinya.” [Kitab Al-Hijaabu wa Fadha-iluhu (hal. 3)].

3. Kewajiban wanita untuk menetap di dalam rumah dan hanya boleh keluar rumah jika ada kepentingan yang dibenarkan dalam agama. [Lihat kitab Hiraasatul Fadhiilah (hal. 53)].Allah Azza wa Jalla berfirman,

{وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى، وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا}

“Dan hendaklah kalian (wahai istri-istri Nabi) menetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait (istri-istri Nabi) dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzaab:33).

Dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya wanita adalah aurat, maka jika dia keluar (rumah) setan akan mengikutinya (menghiasainya agar menjadi fitnah bagi laki-laki), dan keadaanya yang paling dekat dengan Rabb-nya (Allah) adalah ketika dia berada di dalam rumahnya.” [HR. Ibnu Khuzaimah (no. 1685), Ibnu Hibban (no. 5599) dan At-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Ausath (no. 2890), dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Mundziri dan Syaikh Al-Albani dalam Silsilatul Ahaaditsish Shahiihah (no. 2688)].

Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah ketika menerangkan hikmah agung diharamkannya tabarruj dalam Islam, beliau berkata, “Adapun dalam agama Islam maka perbuatan ini (tabarruj) diharamkan, dengan kuat dan kokohnya keimanan yang menancap dalam hati seorang wanita muslimah, dalam rangka (mewujudkan) ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta (dalam rangka) menghiasi diri dengan kesucian dan kemuliaan, menghindarkan diri dari kehinaan,

juga (dalam rangka) menjauhi perbuatan dosa, memperhitungkan pahala dan ganjaran (dari-Nya), serta takut akan siksaan-Nya yang pedih. Maka wajib bagi para wanita muslimah untuk bertakwa kepada Allah dan menjauhi (semua perbuatan) yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, supaya mereka tidak ikut serta dalam menyusupkan kerusakan di dalam (tubuh) kaum muslimin, dengan tersebarnya perbuatan-perbuatan keji, merusak (moral) anggota keluarga dan rumah tangga, serta merajalelanya perbuatan zina.

Juga supaya mereka tidak menjadi sebab yang mengundang pandangan mata yang berkhianat dan hati yang berpenyakit (yang menyimpan keinginan buruk) kepada mereka, sehingga mereka berdosa dan menjadikan orang lain (juga) berdosa.” [ Kitab Hiraasatul Fadhiilah (hal. 105)].

4. Tugas dan tanggung jawab kaum wanita, yaitu mendidik dan mengarahkan anak-anak di dalam rumah.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“ألا كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته، … والمرأة راعية على بيت بعلها وولده وهي مسؤولة عنهم”

“Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya…seorang wanita (istri) adalah pemimpin di rumah suaminya bagi anak-anaknya,
dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang (perbuatan) mereka.” [HR. Al-Bukhari (no. 2416) dan Muslim (no. 1829)].

Tugas dan tanggung jawab ini menunjukkan agungnya kedudukan dan peran kaum wanita dalam Islam, karena merekalah pendidik pertama dan utama generasi muda Islam, yang dengan memberikan bimbingan yang baik bagi mereka, berarti telah mengusahakan perbaikan besar bagi masyarakat dan umat Islam.

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Sesungguhnya kaum wanita memiliki peran yang agung dan penting dalam upaya memperbaiki (kondisi) masyarakat, hal ini dikarenakan (upaya) memperbaiki (kondisi) masyarakat itu ditempuh dari dua sisi,

    * Yang pertama: perbaikan (kondisi) di luar (rumah), yang dilakukan di pasar, mesjid dan tempat-tempat lainnya di luar (rumah). Yang perbaikan ini didominasi oleh kaum laki-laki, karena merekalah orang-orang yang beraktifitas di luar (rumah).

    * Yang kedua: perbaikan di balik dinding (di dalam rumah), yang ini dilakukan di dalam rumah. Tugas (mulia) ini umumnya disandarkan kepada kaum wanita, karena merekalah pemimpin/pendidik di dalam rumah.

Oleh karena itu, tidak salah kalau sekiranya kita mengatakan: bahwa sesungguhnya kebaikan separuh atau bahkan lebih dari (jumlah) masyarakat disandarkan kepada kaum wanita. Hal ini dikarenakan dua hal,

   1. Jumlah kaum wanita sama dengan jumlah laki-laki, bahkan lebih banyak dari laki-laki. Ini berarti umat manusia yang terbanyak adalah kaum wanita, sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam…Berdasarkan semua ini, maka kaum wanita memiliki peran yang sangat besar dalam memperbaiki (kondisi) masyarakat.

   2. Awal mula tumbuhnya generasi baru adalah dalam asuhan para wanita, yang ini semua menunjukkan mulianya tugas kaum wanita dalam (upaya) memperbaiki masyarakat.[Kitab Daurul Mar-ati fi Ishlaahil Mujtama (hal. 3-4)].

Bangga sebagai wanita muslimah


Contoh-contoh di atas cuma sebagian kecil dari hukum-hukum syariat yang menggambarkan penghargaan dan pemuliaan Islam terhadap kaum perempuan. Oleh karena itulah, seorang wanita muslimah yang telah mendapatkan anugerah hidayah dari Allah Ta’ala untuk berpegang teguh dengan agama ini, hendaklah dia merasa bangga dalam menjalankan hukum-hukum syariat-Nya.

Karena dengan itulah dia akan meraih kemuliaan yang hakiki di dunia dan akhirat, dan semua itu jauh lebih agung dan utama dari pada semua kesenangan duniawi yang dikumpulkan oleh manusia.Allah Ta’ala berfirman,

{قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ}

“Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka (orang-orang yang beriman) bergembira (berbangga), kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa (kemewahan duniawi) yang dikumpulkan (oleh manusia).’” (QS. Yunus:58).

“Karunia Allah” dalam ayat ini ditafsirkan oleh para ulama ahli tafsir dengan “keimanan kepada-Nya”, sedangkan “Rahmat Allah” ditafsirkan dengan “Al-Quran”. [ Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab Miftahu Daaris Sa’aadah (1/227)].Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,

{وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ}

“Dan kemuliaan (yang sebenarnya) itu hanyalah milik Allah, milik Rasul-Nya dan milik orang-orang yang beriman, akan tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (QS. Al-Munaafiqun:8).

Dalam ucapannya yang terkenal Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Dulunya kita adalah kaum yang paling hina, kemudian Allah memuliakan kita dengan agama islam, maka kalau kita mencari kemuliaan dengan selain agama islam ini, pasti Allah akan menjadikan kita hina dan rendah.”
[Riwayat Al Hakim dalam Al Mustadrak (1/130), dinyatakan shahih oleh Al Hakim rahimahullah dan disepakati oleh Adz Dzahabi rahimahullah].

Penutup

Dalam al-Qur’an Allah Yang Maha Adil dan Bijaksana telah menjelaskan sebab untuk meraih kemuliaan yang hakiki di dunia dan akhirat bagi laki-laki maupun perempuan, yang sesuai dengan kondisi dan kodrat masing-masing.Renungkanlah ayat yang mulia berikut ini,

{الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ}

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Maka Wanita yang saleh adalah wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (memberi taufik kepadanya).” (QS. An-Nisaa’:34).

Semoga Allah Ta’ala menjadikan tulisan ini bermanfaat dan sebagai nasihat bagi para wanita muslimah untuk kembali kepada kemuliaan mereka yang sebenarnya dengan menjalankan petunjuk Allah dalam agama Islam.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan, agar Dia membantu memperbaiki amal ibadah kita.
Wallahu a’lam Bishawab

Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabb

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك







Penulis Ustadz Abdullah bin Taslim Al Buthany, M.A.[Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 25 Syawwal 1430 H]

Saudariku, Inilah Kemuliaanmu ! (Bag 1)

♥ ^Smile It's a Sunnah .
Bismillahir rohmaanir rohiim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Allah Ta’ala telah menetapkan syariat Islam yang lengkap dan sempurna, serta terjamin keadilan dan kebenarannya.Allah Ta’ala berfirman,

{وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ}

“Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (al-Qur’an), sebagai kalimat yang benar dan adil.
Tidak ada yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-An’aam:115)

Artinya: Al-Quran adalah firman Allah yang benar dalam berita yang terkandung di dalamnya, serta adil dalam perintah dan larangannya, maka tidak ada yang lebih benar dari pada berita yang terkandung dalam kitab yang mulia ini, dan tidak ada yang lebih adil dari pada perintah dan larangannya. [Lihat kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 174)].

Di antara bentuk keadilan syariat islam ini adalah dengan tidak membedakan antara satu bangsa/ suku dengan bangsa/suku lainnya, demikian pula satu jenis (laki-laki atau perempuan) dengan jenis lainnya, kecuali dengan iman dan takwa kepada Allah Ta’ala...Allah Ta’ala berfirman,

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ}

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujuraat: 13)

Dalam ayat lain Dia Ta’ala berfirman,

{مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97).

Juga dalam firman-Nya,

{فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ}

“Maka Allah memperkenankan permohonan mereka (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah dari sebagian yang lain.” (QS. Ali Imraan: 195).

Apresiasi Islam terhadap kaum perempuan

Sungguh agama Islam sangat menghargai dan memuliakan kaum perempuan, dengan menetapkan hukum-hukum syariat yang khusus bagi mereka, serta menjelaskan hak dan kewajiban mereka dalam Islam, yang semua itu bertujuan untuk menjaga dan melindungi kehormatan dan kemuliaan mereka. [Lihat kitab Al-Mar’ah, Baina Takriimil Islam wa Da’aawat Tahriir, (hal. 6)].

Syaikh Shalih al-Fauzan hafidhahullah berkata, “Wanita muslimah memiliki kedudukan (yang agung) dalam Islam, sehingga disandarkan kepadanya banyak tugas (yang mulia dalam Islam). Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam selalu menyampaikan nasihat-nasihat yang khusus bagi kaum wanita [Misalnya dalam HR. Al-Bukhari (no. 3153) dan Muslim (no. 1468)],

bahkan beliau shallallahu ‘alahi wa sallam menyampaikan wasiat khusus tentang wanita dalam khutbah beliau di Arafah (ketika haji wada’). [Dalam HR. Muslim (no. 1218) ].

Ini semua menunjukkan wajibnya memberikan perhatian kepada kaum wanita di setiap waktu. [Kitab At-Tanbiihaat ‘ala Ahkaamin Takhtashshu bil Mu’minaat, (hal. 5)].

Di antara bentuk penghargaan Islam terhadap kaum perempuan adalah dengan menyamakan mereka dengan kaum laki-laki dalam mayoritas hukum-hukum syariat, dalam kewajiban bertauhid kepada Allah, menyempurnakan keimanan, dalam pahala dan siksaan, serta keumuman anjuran dan larangan dalam Islam. [ Lihat keterangan Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah dalam kitab Hiraasatul Fadhiilah (hal. 17)].

Adapun perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam beberapa hukum syariat, maka ini justru menunjukkan kesempurnaan Islam, karena agama ini benar-benar mempertimbangkan perbedaan kondisi laki-laki dan perempuan, untuk kemudian menetapkan bagi kedua jenis ini hukum-hukum yang sangat sesuai dengan keadaan dan kondisi mereka.

Inilah bukti bahwa syariat Islam benar-benar ditetapkan oleh Allah Ta’ala, Zat Yang Mahaadil dan Bijaksana, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan bagi hamba-hamba-Nya. Allah berfirman,

{أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ}

“Bukankah Allah yang menciptakan (alam semesta beserta isinya) maha mengetahui (segala sesuatu)? Dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”(QS. Al-Mulk:14)

Ini semua menunjukkan bahwa agama Islam benar-benar ingin memuliakan kaum perempuan, karena Islam menetapkan hukum-hukum yang benar-benar sesuai dengan kondisi dan kodrat mereka, yang dengan mengamalkan semua itulah mereka akan mendapatkan kemuliaan yang sebenarnya.

Ketika menjelaskan hikmah yang agung ini, Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah berkata, “Allah Dia-lah yang menetapkan dan menakdirkan bahwa laki-laki tidak sama dengan perempuan, dalam ciri, bentuk dan kekuatan fisik. Laki-laki memiliki fisik dan watak yang lebih kuat, sedangkan perempuan lebih lemah dalam (kondisi) fisik maupun wataknya…

Dua macam perbedaan inilah yang menjadi sandaran bagi sejumlah besar hukum-hukum syariat.

Allah Yang Maha Mengetahui (segala sesuatu dengan terperinci) dengan hikmah-Nya yang tinggi telah menetapkan adanya perbedaan dan ketidaksamaan antara laki-laki dengan perempuan dalam sebagian hukum-hukum syariat, (yaitu) dalam tugas-tugas yang sesuai dengan kondisi dan bentuk fisik, Serta kemampuan masing-masing dari kedua jenis tersebut (laki-laki dan perempuan) untuk menunaikannya. (Demikian pula sesuai dengan) kekhususan masing-masing dari keduanya pada bidangnya dalam kehidupan manusia, agar sempurna (tatanan) kehidupan ini, dan agar masing-masing dari keduanya menjalankan tugasnya dalam kehidupan ini.

Maka, Allah mengkhusukan kaum laki-laki dengan sebagian hukum syariat yang sesuai dengan kondisi, bentuk, susunan dan ciri-ciri fisik mereka …(dan sesuai dengan) kekuatan, kesabaran dan keteguhan mereka (dalam menjalankan hukum-hukum tersebut), (juga sesuai dengan) semua tugas mereka di luar rumah dan usaha mereka mencari nafkah untuk keluarga.

Sebagaimana Allah mengkhususkan kaum perempuan dengan sebagian hukum syariat yang sesuai dengan kondisi, bentuk, susunan dan ciri-ciri fisik mereka …, (dan sesuai dengan) terbatasnya kemampuan dan kelemahan mereka dalam menanggung (beban), (juga sesuai dengan) semua tugas dan tanggung jawab mereka di dalam rumah, dalam mengatur urusan rumah tangga, dan mendidik anggota keluarga yang merupakan generasi (penerus) bagi umat ini di masa depan.

(Dalam Al-Qur’an) Allah menyebutkan ucapan istri Imran,

{وليسَ الذكَرُ كالأُنْثى}

“Dan laki-laki tidaklah sama dengan perempuan.” (QS. Ali ‘Imraan: 36).

Maha suci Allah yang milik-Nyalah segala penciptaan dan perintah (dalam syariat islam), dan (milik-Nyalah) segala hukum dan pensyariatan,

{أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ، تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}

“Ketahuilah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al-A’raaf: 54).

Inilah iradah (kehendak) Allah yang bersifat kauniyyah qadariyyah (sesuai dengan takdir dan kodrat yang telah Allah tetapkan bagi semua makhluk) dalam penciptaan, pembentukan rupa dan bakat (masing-masing makhluk).

Dan inilah iradah (kehendak)-Nya yang bersifat diniyyah syar’iyyah (sesuai dengan ketentuan agama dan syariat yang dicintai dan diridhai-Nya). Maka, terkumpullah dua iradah (kehendak) Allah ini (dalam hal ini) untuk (tujuan) kemaslahatan serta kebaikan hamba-hamba-Nya,  kemakmuran alam semesta, dan keteraturan (tatanan) hidup pribadi, rumah tangga, kelompok, serta seluruh masyarakat [Kitab Hiraasatul Fadhiilah (hal. 18-20)].Wallahu'alam Bishawab

-Bersambung insya Allah-

Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, M.A.

Rabu, 09 Maret 2011

BESRIAPLAH..!!! Anda Akan Mati…!!!


♥ ^Smile It's a Sunnah .
Bismillahir rohmaanir rohiim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...


Semua orang meyakini, setiap yang bernyawa pasti akan mati. Tidak ada seorang pun bisa mengingkari ataupun menghindarinya, meski menggunakan teknologi secanggih apapun.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman yang artinya :

“Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS An Nisaa’ : 78)

Permasalahan selanjutnya, bagaimana menyikapi kematian? Menyikapi pernyataan ini, manusia berbeda-beda, tergantung kadar keimanan dan ilmunya tentang kematian itu serta hal-hal yang berhubungan dengannya.

Kemtian manusian diawali dengan proses yang disebut saaratul maut. Tahapan tercabutnya nyawa manusia dari jasad. Detik-detik ini sangat menegangkan lagi menyakitkan. Penderitaan yang terjadi selama pencabutan nyawa akan dialami setiap makhluk . Namun tingkat kepedihan setiap orang berbeda-beda.

Dalam hadist diceritakan, bahwa ruh orang-orang yang beriman akan mendapatkan kemudahan keluar dari jasadnya, bagikan aliran cucuran air dari mulut kantong kulit. Namun, bagaimanapun mudahnya ruh keluar, tetap saja jasad akan mengalami rasa sakit yang luar biasa. Siapakah yang lebih baik amalnya dibanding Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam..?? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam adalah hamba Allah Subhanahu wata’ala yang paling mulia. Meski demikian, Beliau tetap merasakan penderitaan ketika ruh keluar dari jasad Beliau yang mulia.

Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, berkata :

“Tatkala kondisi Nabi makin memburuk, Fathimah berkata : “Alangkah berat penderitaanmu, wahai ayahku”, Beliau menjawab: “Tidak ada penderitaan atas ayahmu setelah hari ini…”"

Inilah keadaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam, lalu bagaiman dengan orang-orang mukmin lainnya.??

Adapun orang kafir, maka ruhnya akan keluar dengan susah payah. Dia akan sangat tersiksa dengannya. jeritan histeris, penyesalan, akan mengiringi akhir ajalnya yang tragis, kematian dalam lembah kekufuran.!! Seperti dikatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam dalam hadistnya, Malaikat Maut akan mengatakan :

“Wahai jiwa yang keji.!! Keluarlah engkau menuju kemarahan Allah Subhanahu wata’ala dan kemurkaan-Nya.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam kemudia menggambarkan proses keluarnya ruh orang kafir. dan kemudian beliau bersabda :

“Ruh bercerai-berai dalam jasadnya, maka ia (Malaikat Maut) mencabut (ruhnya) layaknya mencabut Saffud (penggerek) yang banyak mata besinya dari bulu wol yang basah.”

Persiapan ruh dengan tubuhnya bukan akhir babak kehidupan manusia. Alam barzakh, fase kehidupan di alam kubur, menjadi tempat peristirahatan sementara, dan akan disusul oleh kehidupan lainya yang kekal abadi di akhirat kelak.

Kondisi seseorang di alam penantian ini, juga sangat tergantung dengan amalannya ketiak hidup di dunia. Jika amalannya baik maka ia akan menuai hasil amal kebaikan di alam kubur yang sempit itu, yaitu akan diperluas oleh Allah Subhanahu wata’ala, sarat dengan cahaya. Sebaliknya, jika amalan jelek yang memenuhi catatan amalnya, maka kuburnya akan menyempit dan menghimpitnya, dan siksa yang pedih akan dia rasakan.

Akankah kita dapat meloloskan diri dari siksa kubur.???
Bagaiman persiapan kita menyambut kedatangan Malaikat Maut.??
Apakan perhatian kita sudah sangat tinggi untuk membekali diri.??
Atau ternyata tipu daya syahwat telah menutup mata kita rapat-rapat dan melupakan untuk waspada sejak dini, dalam menghadapi kehadiran ajal yang tidak akan dielakkan.??

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan, agar Dia membantu memperbaiki amal ibadah kita.
Wallahu a’lam Bishawab

Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabb

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك

Minggu, 06 Maret 2011

Keutamaan Istighfar


♥ ^Smile It's a Sunnah .
Bismillahir rohmaanir rohiim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...


Dari Al Aghor Al Muzani Radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Rasulullaah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam bersabda:

“Bahwasanya terkadang timbul perasaan yang kurang baik dalam hati dan aku membaca istighfar (mohon ampun) kepada Allah seratus kali dalam sehari”. (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Saya mendengar
Rasulullaah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam bersabda:

“Demi Allah, sesungguhnya aku mohon ampun dan bertaubat kepada Allah lebih dari tujuh puluh kali dalam sehari”. (HR. Bukhari)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam bersabda:

“Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan menghilangkan kalian dari muka bumi dan Allah akan mendatangkan suatu kaum lain yang berbuat dosa, lalu beristighfar (memohon ampun) kepada Allah Ta’ala. Dan Allah mengampuni mereka”. (HR. Muslim)

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
“Kami menghitung Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam membaca :

“Robbighfirlii watub ‘alaiyya innaka antat tawwaaburrohiim”
(Ya Tuhan, ampunilah aku dan terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang) ..sebanyak seratus kali dalam satu majlis”. (HR. Abu Dawud & At Tirmidzi)

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa membiasakan beristighfar, maka Allah melapangkan kesempitannya dan memudahkan segala kesulitannya dan memberi rizki kepadanya dari arah yang tiada disangka-sangka”. (HR. Abu Dawud)

Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang berdoa:
“Astaghfirullaahalladzii laa ilaaha illa huwal hayyul qoyyuum wa atuubu ilaihi”
(Saya mohon ampun kepada Allah Dzat yang tidak ada sesembahan yang benar melainkan Dia yang Maha Hidup, lagi terus-menerus mengurus makhluk-Nya dan saya bertaubat kepada-Nya), maka diampunilah dosa-dosanya walaupun lari dari perang”. (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi & Al Hakim, Berkata Al Imam An Nawawi: hadits ini shahih berdasarkan syarat Al Bukhari & Muslim)

Penjelasan Syaikh Muhammad Bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah berkenaan dengan riwayat-riwayat diatas:

Berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam,
sebagaimana yang diriwayatkan Al Aghor Al Muzani Radhiyallahu ‘anhu:

(“Bahwasanya terkadang timbul perasaan yang kurang baik dalam hati”) yakni sesuatu yang membuat kalut pikiran dan perasaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam (“dan aku membaca istighfar (mohon ampun) kepada Allah seratus kali dalam sehari”) kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam mengucapkan istighfar (astaghfirullah) dalam sehari sebanyak seratus kali.

Perhatikan perangai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam diatas, padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengampuni dosa-dosa beliau Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam yang telah lalu dan yang akan datang, namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam tetap beristighfar memohon ampun kepada Allah.

Maka bagaimana dengan kita? dimana kita memiliki hati yang keras, bahkan mati dan tidak terlintas rasa kurang baik dalam hati serta pikiran ketika melakukan dosa-dosa dan pelanggaran. Dan sungguh engkau akan dapati manusia sangat sedikit untuk menaruh perhatian dalam masalah ini. Oleh karena itu sudah semestinya bagi manusia meneladani perangai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam yang mulia, yakni dengan banyak beristighfar sebagaimana yang dinyatakan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, “Kami menghitung Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam membaca :

“Robbighfirlii watub ‘alaiyya innaka antat tawwaaburrohiim”
(Ya Tuhan, ampunilah aku dan terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang) ..sebanyak seratus kali dalam satu majlis”. (HR. Abu Dawud & At Tirmidzi)

Demikian yang diamalkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam, dan itu merupakan suatu kenikmatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas hamba-Nya ketika si hamba terpedaya untuk berbuat dosa dan kemudian beristighfar memohon ampun kepada Allah.

“Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan menghilangkan kalian dari muka bumi dan Allah akan mendatangkan suatu kaum lain yang berbuat dosa, lalu beristighfar (memohon ampun) kepada Allah Ta’ala. Dan Allah mengampuni mereka”. (HR. Muslim)

Riwayat diatas memberikan motivasi bagi manusia, agar mau bersungguh-sungguh dalam beristighfar dan memperbanyaknya. Karena dengan sebab itu manusia dapat mencapai derajat orang-orang yang suka beristighfar kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. Sebagaimana yang dinyatakan Abu Dawud dalam Sunan-nya:

“Barangsiapa membiasakan beristighfar, maka Allah melapangkan kesempitannya dan memudahkan segala kesulitannya dan memberi rizki kepadanya dari arah yang tiada disangka-sangka”.

(Barangsiapa membiasakan beristighfar) yakni dalam keadaan terus-menerus beristighfar dan memperbanyaknya, maka akan menjadi sebab untuk melapangkan kesempitan dalam hidupnya dan memudahkan segala kesulitannya serta memberi rizki kepadanya dari arah yang tiada disangka-sangka.

Hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan Istighfar dan pujian serta motivasi bagi pelakunya sangatlah banyak. Maka wajib atasmu wahai saudaraku untuk memperbanyak istighfar. Yang paling banyak diucapkan:

“Allahummaghghfirli (Ya Allah ampunilah aku), Allahummarhamni (Ya Allah rahmatilah aku),
Astaghfirullaaha wa atuubu ‘ilaih (Aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya)
dan lafadz-lafadz yang semisalnya.

Semoga pada hari kiamat kelak engkau berjumpa dengan Allah dalam keadaan dijawab permohonanmu, dan Allah mengampunimu. Wallahul muwaffiq.

Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabb

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك

_________________________________________________________________________________

Syaikh Muhammad Bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullaah (Syarh Riyadhus Shalihin, Hal. 559 – 560)
Penterjemah : Fikri Abul Hassan

Indikasi Munafik



♥ ^Smile It's a Sunnah .
Bismillahir rohmaanir rohiim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...


Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Aalihi Wasallam bersabda:

“Tanda-tanda keimanan seseorang ialah mencintai Al-Anshar (para shahabat Nabi yang tinggal di Madinah ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Aalihi Wasallam hijrah), dan tanda-tanda kemunafikan seseorang ialah mencela Al-Anshar”. (HR. Bukhari no. 3784 dan Muslim no. 74)

Dan sabdanya Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Aalihi Wasallam:

“Tidaklah mencintai para shahabatku dari kalangan Anshar melainkan dia seorang mukmin, dan tidaklah membencinya melainkan seorang munafik”. (HR. Bukhari no. 3783 dan Muslim no. 75)

Berkata Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-‘Utsaimin Rahimahullah berkenaan dengan riwayat-riwayat diatas:

Termasuk prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ialah menjaga hati-hati mereka dan lisan-lisan mereka dari para shahabat Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Aalihi Wasallam. Yakni menjaga hati mereka dari perasaan benci, dengki dan dendam serta berbagai bentuk ketidaksenangan. Juga menjaga lisan-lisan mereka dari segenap perkataan yang tidak pantas ditujukan kepada para shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum.

Maka hati Ahlus Sunnah Wal Jama’ah selamat dari itu semua, dan mengisi hati mereka dengan penuh kecintaan, kemuliaan dan pengagungan terhadapa para shahabat Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Aalihi Wasallam dengan sepantasnya. Maka Ahlus Sunnah Wal Jama’ah mencintai para shahabat Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Aalihi Wasallam dan mengutamakan mereka atas segenap manusia.

Karena mencintai mereka sebagai bentuk ekspresi kecintaan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Aalihi Wasallam, dan mencintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Aalihi Wasallam sebagai wujud kecintaan kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. Lisan-lisan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah selalu dibasahi dengan sanjungan dan pujian, keridhaan, kasih sayang, serta permohonan ampun (istighfar) atas para shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum.

Dan termasuk dari keutamaan para shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum ialah bahwa generasi mereka merupakan generasi terbaik dari generasi kehidupan manusia yang ada dimuka bumi, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Aalihi Wasallam:

“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku (yakni para shahabat Nabi), kemudian generasi setelahnya (Tabi’in yakni murid-murid shahabat Nabi), kemudian generasi setelahnya (Tabi’it Tabi’in yakni murid-murid Tabi’in)”. (HR. Bukhari)

Para shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum menjadi perantara (penyambung lidah) antara Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Aalihi Wasallam dengan ummatnya dalam menyampaikan risalah dakwah. Dimana mereka Radhiyallahu ‘anhum mendiktekan keterangan kepada ummat tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan Asy-Syari’ah (ketentuan agama). Dan mereka Radhiyallahu ‘anhum turut berperan dalam peristiwa-peristiwa bersejarah kegemilangan Islam.

Para shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum juga berperan dalam menyebarkan syi’ar-syi’ar Islam dan keutamaan-keutamaan ajarannya ditengah ummat; berupa kejujuran, ketulusan, akhlaq serta adab prilaku mulia, yang tidak didapati pada selain mereka.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Aalihi Wasallam memberikan pujian yang khusus terhadap mereka para shahabatnya Radhiyallahu ‘anhum, sebagaimana sabdanya:

“Janganlah kalian mencela para shahabatku, demi jiwaku yang berada di tangan-Nya; seandainya kalian berinfaq dengan satu gunung uhud emas; sungguh kalian tidak akan dapat menandingi seorang pun dari mereka, pun tidak setengahnya”.

Yang diajak bicara Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Aalihi Wasallam dalam riwayat diatas ialah Khalid Bin Walid, ketika terjadi sesuatu antara dia dengan Abdurrahman Bin ‘Auf Radhiyallahu ‘anhu yakni disaat terjadinya pertikaian pada Bani Khuzaimah; maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Aalihi Wasallam berkata:

“Janganlah kalian mencela shahabatku…”

Tidak diragukan lagi bahwa Abdurrahman Bin ‘Auf dan semisalnya lebih utama daripada Khalid Bin Walid, karena Abdurrahman Bin ‘Auf lebih dulu masuk Islam.

Maka tidak halal bagi seorangpun mencela para shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum secara keumumannya, dan tidak pula halal mencela seorangpun dari mereka secara khusus. Karena mencela para shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum secara keumumannya merupakan bentuk kekafiran; dan tidak ada keraguan dalam mengkafirkan orang yang ragu dalam mengkafirkannya.

Adapun jika mencela mereka secara khusus (personal), maka perlu ditelusuri motif pencelaannya. Terkadang ada orang yang mencela shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhu dari sisi fisiknya atau mungkin juga dari sisi agamanya, alhasil setiap orang dalam perkara ini dihukumi dengan tidak ada unsur kesombongan.
Wallahu a’lam bis shawab..

Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabb

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك

__________________________________________
________________________________________
Syarhul Kaba’ir Hal. 200 – 201 (Syaikh Muhammad Bin Shalih Utsaimin Rahimahullah)
Penterjemah : Fikri Abul Hassan

Langkah Setan Menelanjangi Wanita ( Bag: 2 Habis )


♥ ^Smile It's a Sunnah .
Bismillahir rohmaanir rohiim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...


Terbuka Sedikit Demi Sedikit

Kini setan melangkah lagi, dengan trik dan siasat lain yang lebih ampuh, tujuannya agar para wanita menampak kan bagian aurat tubuhnya.

Pertama, Membuka Telapak Kaki dan Tumit.

Setan Berbisik kepada para wanita, “Baju panjang benar-benar membuat repot, kalau hanya dengan membelah sedikit bagiannya masih kurang leluasa, lebih enak kalau di potong saja hingga atas mata kaki.” Ini baru agak longgar. “Oh ada yang kelupaan, kalau kamu bakai baju demikian, maka jilbab yang besar tidak cocok lagi, sekarang kamu cari jilbab yang kecil agar lebih serasi dan gaul, toh orang tetap menamakannya dengan jilbab.”

Maka para wanita yang terpengaruh dengan bisikan ini buru-buru mencari model pakaian yang dimaksudkan. Tak ketinggalan sepatu hak tinggi, yang kalau untuk berjalan mengeluarkan suara yang menarik perhatian orang.

Kedua, Membuka Seperempat Hingga Separuh Betis

Terbuka telapak kaki telah biasa ia lakukan, dan ternyata orang-orang yang melihat juga tidak begitu peduli. Maka setan kembali berbisik, “Ternyata kebanyakan manusia menyukai apa yang kamu lakukan, buktinya mereka tidak bereaksi apa-apa, kecuali hanya beberapa orang.

Kalau langkah kakimu masih kurang leluasa, maka cobalah kamu cari model lain yang lebih enak, bukankah kini banyak rok setengah betis dijual di pasaran? Tidak usah terlalu mencolok, hanya terlihat kira-kira sepuluh senti saja.” Nanti kalau sudah terbiasa, baru kamu cari model baru yang terbuka hingga setengah betis.”

Benar-benar bisikan setan dan hawa nafsu telah menjadi penasehat pribadinya, sehingga apa yang saja yang dibisikkan setan dalam jiwanya dia turuti. Maka terbiasalah dia mema-kai pakaian yang terlihat separuh betisnya kemana saja dia pergi.

Ketiga, Terbuka Seluruh Betis

Kini di mata si wanita, zaman benar-benar telah berubah, setan telah berhasil membalikkan pandangan jernihnya. Terkadang sang wanita berpikir, apakah ini tidak menyelisihi para wanita di masa Nabi dahulu. Namun buru-buru bisikan setan dan hawa nafsu menyahut, “Ah jelas enggak, kan sekarang zaman sudah berubah, kalau zaman dulu para lelaki mengangkat pakaiannya hingga setengah betis, maka wanitanya harus menyelisihi dengan menjulurkannya hingga menutup telapak kaki, tapi kini lain, sekarang banyak laki-laki yang menurunkan pakaiannya hingga bawah mata kaki, maka wanitanya harus menyelisihi mereka yaitu dengan mengangkatnya hingga setengah betis atau kalau perlu lebih ke atas lagi, sehingga nampak seluruh betisnya.”

Tetapi… apakah itu tidak menjadi fitnah bagi kaum laki-laki,” gumamnya. “Fitnah? Ah itu kan zaman dulu, di masa itu kaum laki-laki tidak suka kalau wanita menampakkan auratnya, sehingga wanita-wanita mereka lebih banyak di rumah dan pakaian mereka sangat tertutup.

Tapi sekarang sudah berbeda, kini kaum laki-laki kalau melihat bagian tubuh wanita yang terbuka malah senang dan mengatakan ooh atau wow, bukankah ini berarti sudah tidak ada lagi fitnah, karena sama-sama suka? Lihat saja model pakaian di sana-sini, dari yang di emperan hingga yang yang bermerek kenamaan, seperti Kristian Dior, semuanya menawarkan model yang dirancang khusus untuk wanita maju di zaman ini. Kalau kamu tidak mengikuti model itu akan menjadi wanita yang ketinggalan zaman.”

Demikianlah, maka pakaian yang menampakkan seluruh betis biasa dia kenakan, apalagi banyak para wanita yang memakainya dan sedikit sekali orang yang mempermasalahkan itu. Kini tibalah saatnya setan melancarkan tahap terakhir dari siasatnya untuk melucuti hijab wanita.

III. Serba Mini

Setelah pakaian yang menampak kan betis menjadi pakaian sehari-hari dan dirasa biasa-biasa saja, maka datanglah bisikan setan yang lain. “Pakaian membutuhkan variasi, jangan itu-itu saja, sekarang ini modelnya rok mini, dan agar serasi rambut kepala harus terbuka, sehingga benar-benar kelihatan indah.”

Maka akhirnya rok mini yang menampakkan bagian bawah paha dia pakai, bajunya pun bervariasi, ada yang terbuka hingga lengan tangan, terbuka bagian dada sekaligus bagian punggung nya dan berbagai model lain yang serba pendek dan mini. Koleksi pakaiannya sangat beraneka ragam, ada pakaian pesta, berlibur, pakaian kerja, pakaian resmi, pakaian malam, sore, musim panas, musim dingin dan lain-lain, tak ketinggalan celana pendek separuh paha pun dia miliki, model dan warna rambut juga ikut bervariasi, semuanya telah dicoba.

Begitulah sesuatu yang sepertinya mustahil untuk dilakukan, ternyata kalau sudah dihiasi oleh setan, maka segalanya menjadi serba mungkin dan diterima oleh manusia.

Hingga suatu ketika, muncul ide untuk mandi di kolam renang terbuka atau mandi di pantai, di mana semua wanitanya sama, hanya dua bagian paling rawan saja yang tersisa untuk ditutupi, kemaluan dan buah dada. Mereka semua mengenakan pakaian yang sering disebut dengan “bikini”.

Karena semuanya begitu, maka harus ikut begitu, dan na’udzu billah bisikan setan berhasil, tujuannya tercapai, “Menelanjangi Kaum Wanita.” Selanjutnya terserah kamu wahai wanita, kalian semua sama, telanjang di hadapan laki-laki lain, di tempat umum. Aku berlepas diri kalau nanti kelak kalian sama-sama di neraka. Aku hanya menunjukkan jalan, engkau sendiri yang melakukan itu semua, maka tanggung sendiri semua dosamu” Setan tak mau ambil resiko.


Penutup
Demikian halus, cara yang digunakan setan, sehingga manusia terjeru-mus dalam dosa tanpa terasa. Maka hendaklah kita semua, terutama orang tua jika melihat gejala menyimpang pada anak-anak gadis dan para wanita kita sekecil apapun, segera secepatnya diambil tindakan. Jangan biarkan berlarut-larut, karena kalau dibiarkan dan telah menjadi kebiasaan, maka sangat sulit bagi kita untuk mengatasinya.

Membiarkan mereka membuka aurat berarti merelakan mereka mendapatkan laknat Allah, kasihanilah mereka, selamatkan para wanita muslimah, jangan jerumuskan mereka ke dalam kebinasaan yang menyeng-sarakan, baik di dunia maupun di akhirat. Wallahu a’lam bis shawab..

Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabb

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك



Sumber ide dan pokok pikiran:
" Lihat GAMBAR " Kitab “At ta’ari asy syaithani”, Adnan ath-Tharsyah "

Langkah Setan Menelanjangi Wanita ( Bag: 1 )


♥ ^Smile It's a Sunnah .
Bismillahir rohmaanir rohiim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman...Amma Ba'du


Setan dalam menggoda manusia memiliki berbagai macam strategi, dan yang sering dipakai adalah dengan memanfaatkan hawa nafsu, yang memang memiliki kecenderungan mengajak kepada keburukan (ammaratun bis su’).

Setan tahu persis kecenderungan nafsu kita, dia terus berusaha agar manusia keluar dari garis yang telah ditentukan Allah, termasuk melepaskan hijab atau pakaian musli-mah. Berikut ini tahapan-tahapannya.

I. Menghilangkan Definisi Hijab

Dalam tahap ini setan membisik-kan kepada para wanita, bahwa pakaian apapun termasuk hijab (penutup) itu tidak ada kaitannya dengan agama, ia hanya sekedar pakaian atau mode hiasan bagi para wanita. Jadi tidak ada pakaian syar’i, pakaian ya pakaian, apa pun bentuk dan namanya.

Sehingga akibatnya, ketika zaman telah berubah, atau kebudayaan manusia telah berganti, maka tidak ada masalah pakaian ikut ganti juga. Demikian pula ketika seseorang berpindah dari suatu negeri ke negeri yang lain, maka harus menyesuaikan diri dengan pakaian penduduknya, apapun yang mereka pakai.

Berbeda halnya jika seorang wanita berkeyakinan, bahwa hijab adalah pakaian syar’i (identitas keislaman), dan memakainya adalah ibadah bukan sekedar mode. Biarpun hidup kapan saja dan di mana saja, maka hijab syar’i tetap dipertahankan.

Apabila seorang wanita masih bertahan dengan prinsip hijabnya, maka setan beralih dengan strategi yang lebih halus. Caranya?

Pertama, Membuka Bagian Tangan

Telapak tangan mungkin sudah terbiasa terbuka, maka setan mem-bisik kan kepada para wanita agar ada sedikit peningkatan model yakni membuka bagian hasta (siku hingga telapak tangan). “Ah tidak apa-apa, kan masih pakai jilbab dan pakai baju panjang? Begitu bisikan setan. Dan benar sang wanita akhirnya memakai pakain model baru yang menampakkan tangannya, dan ternyata para lelaki yang melihat nya juga biasa-biasa saja. Maka setan berbisik,” Tuh tidak apa-apa kan?

Kedua, Membuka Leher dan Dada

Setelah menampakkan tangan menjadi kebiasaan, maka datanglah setan untuk membisikkan hal baru lagi. “Kini buka tangan sudah lumrah, maka perlu ada peningkatan model pakaian yang lebih maju lagi, yakni terbuka bagian atas dada kamu.” Tapi jangan sebut sebagai pakaian terbuka, hanya sekedar sedikit untuk mendapatkan hawa, agar tidak gerah. Cobalah! Orang pasti tidak akan peduli, sebab hanya bagian kecil saja yang terbuka.

Maka dipakailah pakaian model baru yang terbuka bagian leher dan dadanya dari yang model setengah lingkaran hingga yang model bentuk huruf “V” yang tentu menjadikan lebih terlihat lagi bagian sensitif lagi dari dadanya.

Ketiga, Berpakian Tapi Telanjang

Setan berbisik lagi, “Pakaian kok hanya gitu-gitu saja, cari model atau bahan lain yang lebih bagus! Tapi apa ya? Sang wanita bergumam. “Banyak model dan kain yang agak tipis, lalu bentuknya dibuat yang agak ketat biar lebih enak dipandang,” setan memberi ide baru.

Maka tergodalah si wanita, di carilah model pakaian yang ketat dan kain yang tipis bahkan transparan. “Nggak apa-apa kok, kan potongan pakaiannya masih panjang, hanya bahan dan modelnya saja yang agak berbeda, biar nampak lebih feminin,” begitu dia menambahkan. Walhasil pakaian tersebut akhirnya membudaya di kalangan wanita muslimah, makin hari makin bertambah ketat dan transparan, maka jadilah mereka wanita yang disebut oleh Nabi sebagai wanita kasiyat ‘ariyat (berpakaian tetapi telanjang).

Keempat, Agak di Buka Sedikit

Setelah para wanita muslimah mengenakan busana yang ketat, maka setan datang lagi. Dan sebagaimana biasanya dia menawarkan ide baru yang sepertinya segar dan enak, yakni dibisiki wanita itu, “Pakaian seperti ini membuat susah berjalan atau duduk, soalnya sempit, apa nggak sebaiknya di belah hingga lutut atau mendekati paha?” Dengan itu kamu akan lebih leluasa, lebih kelihatan lincah dan enerjik.”

Lalu dicobalah ide baru itu, dan memang benar dengan dibelah mulai bagian bawah hingga lutut atau mendekati paha ternyata membuat lebih enak dan leluasa, terutama ketika akan duduk atau naik ke jok mobil. “Yah tersingkap sedikit nggak apa-apa lah, yang penting enjoy,” katanya.

Inilah tahapan awal setan merusak kaum wanita, hingga tahap ini pakaian masih tetap utuh dan panjang, hanya model, corak, potongan dan bahan saja yang dibuat berbeda dengan hijab syar’i yang sebenarnya....

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك


Maka kini mulailah setan pada tahapan berikutnya ~> Bersambung . . .

74 Wasiat Untuk Para Pemuda


♥ ^Smile It's a Sunnah .
Bismillahir rohmaanir rohiim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...


Segala puji bagi Allah yang berfirman:
”Dan sungguh Kami telah memerintahkan orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah.” (An-Nisa’: 131)

Serta shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada rasul-Nya Muhammad yang bersabda:

“Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah , serta agar kalian mendengar dan patuh.”

Dan takwa kepada Allah adalah mentaati-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Berikut ini adalah wasiat islami yang berharga dalam berbagai aspek seperti ibadah, muamalah, akhlak, adab dan yang lainnya dari sendi-sendi kehidupan. Kami persembahkan wasiat ini sebagai peringatan kepada para pemuda muslim yang senantiasa bersemangat mencari apa yang bermanfaat baginya, dan sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.

Kami memohon kepada Allah agar menjadikan hal ini bermanfaat bagi orang yang membacanya ataupun mendengarkannya. Dan agar memberikan pahala yang besar bagi penyusunnya, penulisnya, yang menyebarkannya ataupun yang mengamalkannya. Cukuplah bagi kita Allah sebaik-baik tempat bergantung.

1. Ikhlaskanlah niat kepada Allah dan hati-hatilah dari riya’ baik dalam perkataan ataupun perbuatan.

2. Ikutilah sunnah Nabi dalam semua perkataan, perbuatan, dan akhlak.

3. Bertaqwalah kepada Allah dan ber’azamlah untuk melaksanakan semua perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.

4. Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nashuha dan perbanyaklah istighfar.

5. Ingatlah bahwa Allah senatiasa mengawasi gerak-gerikmu. Dan ketahuilah bahwa Allah melihatmu, mendengarmu dan mengetahui apa yang terbersit di hatimu.

6. Berimanlah kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir serta qadar yang baik ataupun yang buruk.

7. Janganlah engkau taqlid (mengekor) kepada orang lain dengan buta (tanpa memilih dan memilah mana yang baik dan yang buruk serta mana yang sesuai dengan sunnah/syari’at dan mana yang tidak). Dan janganlah engkau termasuk orang yang tidak punya pendirian.

8. Jadilah engkau sebagai orang pertama dalam mengamalkan kebaikan karena engkau akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikuti/mencontohmu dalam mengamalkannya.

9. Peganglah kitab Riyadlush Shalihin, bacalah olehmu dan bacakan pula kepada keluargamu, demikian juga kitab Zaadul Ma’ad oleh Ibnul Qayyim.

10. Jagalah selalu wudlu’mu dan perbaharuilah. Dan jadilah engkau senantiasa dalam keadaan suci dari hadats dan najis.

11. Jagalah selalu shalat di awal waktu dan berjamaah di masjid terlebih lagi shalat ‘Isya dan Fajr (shubuh).

12. Janganlah memakan makanan yang mempunyai bau yang tidak enak seperti bawang putih dan bawang merah. Dan janganlah merokok agar tidak membahayakan dirimu dan kaum muslimin.

13. Jagalah selalu shalat berjamaah agar engkau mendapat kemenangan dengan pahala yang ada pada shalat berjamaah tersebut.

14. Tunaikanlah zakat yang telah diwajibkan dan janganlah engkau bakhil kepada orang-orang yang berhak menerimanya.

15. Bersegeralah berangkat untuk shalat Jumat dan janganlah berlambat-lambat sampai setelah adzan kedua karena engkau akan berdosa.

16. Puasalah di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah agar Allah mengampuni dosa-dosamu baik yang telah lalu ataupun yang akan datang.

17. Hati-hatilah dari berbuka di siang hari di bulan Ramadhan tanpa udzur syar’i sebab engkau akan berdosa karenanya.

18. Tegakkanlah shalat malam (tarawih) di bulan Ramadhan terlebih-lebih pada malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah agar engkau mendapatkan ampunan atas dosa-dosamu yang telah lalu.

19. Bersegeralah untuk haji dan umrah ke Baitullah Al-Haram jika engkau termasuk orang yang mampu dan janganlah menunda-nunda.

20. Bacalah Al-Qur’an dengan mentadaburi maknanya. Laksanakanlah perintahnya dan jauhi larangannya agar Al-Qur’an itu menjadi hujjah bagimu di sisi rabmu dan menjadi penolongmu di hari qiyamat.

21. Senantiasalah memperbanyak dzikir kepada Allah baik perlahan-lahan ataupun dikeraskan, apakah dalam keadaan berdiri, duduk ataupun berbaring. Dan hati-hatilah engkau dari kelalaian.

22. Hadirilah majelis-majelis dzikir karena majelis dzikir termasuk taman surga.

23. Tundukkan pandanganmu dari aurat dan hal-hal yang diharamkan dan hati-hatilah engkau dari mengumbar pandangan, karena pandangan itu merupakan anak panah beracun dari anak panah Iblis.

24. Janganlah engkau panjangkan pakaianmu melebihi mata kaki dan janganlah engkau berjalan dengan kesombongan/keangkuhan.

25. Janganlah engkau memakai pakaian sutra dan emas karena keduanya diharamkan bagi laki-laki.

26. Janganlah engkau menyeruapai wanita dan janganlah engkau biarkan wanita-wanitamu menyerupai laki-laki.

27. Biarkanlah janggutmu karena Rasulullah:
“Cukurlah kumis dan panjangkanlah janggut.” (HR. Bukhari Dan Muslim)

28. Janganlah engkau makan kecuali yang halal dan janganlah engkau minum kecuali yang halal agar doamu diijabah.

29. Ucapkanlah “bismillah” ketika engkau hendak makan dan minum dan ucapkanlah “alhamdulillah” apabila engkau telah selesai.

30. Makanlah dengan tangan kanan, minumlah dengan tangan kanan, ambillah dengan tangan kanan dan berilah dengan tangan kanan.

31. Hati-hatilah dari berbuat kezhaliman karena kezhaliman itu merupakan kegelapan di hari kiamat.

32. Janganlah engkau bergaul kecuali dengan orang mukmin dan janganlah dia memakan makananmu kecuali engkau dalam keadaan bertaqwa (dengan ridla dan memilihkan makanan yang halal untuknya).

33. Hati-hatilah dari suap-menyuap (kolusi), baik itu memberi suap, menerima suap ataupun perantaranya, karena pelakunya terlaknat.

34. Janganlah engkau mencari keridlaan manusia dengan kemurkaan Allah karena Allah akan murka kepadamu.

35. Ta’atilah pemerintah dalam semua perintah yang sesuai dengan syari’at dan doakanlah kebaikan untuk mereka.

36. Hati-hatilah dari bersaksi palsu dan menyembunyikan persaksian.
”Barangsiapa yang menyembunyikan persaksiannya maka hatinya berdosa. Dan Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Al-Baqarah: 283)

37. “Dan ber amar ma’ruf nahi munkarlah serta shabarlah dengan apa yang menimpamu.” (Luqman: 17) Ma’ruf adalah apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya , dan munkar adalah apa-apa yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya.

38. Tinggalkanlah semua hal yang diharamkan baik yang kecil ataupun yang besar dan janganlah engkau bermaksiat kepada Allah dan janganlah membantu seorangpun dalam bermaksiat kepada-Nya.

39. Janganlah engkau dekati zina. Allah berfirman:
“Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah kekejian dan sejelek-jelek jalan.” (Al-Isra’:32)

40. Wajib bagimu berbakti kepada orang tua dan hati-hatilah dari mendurhakainya.

41. Wajib bagimua untuk silaturahim dan hati-hatilah dari memutuskan hubungan silaturahim.

42. Berbuat baiklah kepada tetanggamu dan janganlah menyakitinya. Dan apabila dia menyakitimu maka bersabarlah.

43. Perbanyaklah mengunjungi orang-orang shalih dan saudaramu di jalan Allah.

44. Cintalah karena Allah dan bencilah juga karena Allah karena hal itu merupakan tali keimanan yang paling kuat.

45. Wajib bagimu untuk duduk bermajelis dengan orang shalih dan hati-hatilah dari bermajelis dengan orang-orang yang jelek.

46. Bersegeralah untuk memenuhi hajat (kebutuhan) kaum muslimin dan buatlah mereka bahagia.

47. Berhiaslah dengan kelemahlembutan, sabar dan teliti. Hatilah-hatilah dari sifat keras, kasar dan tergesa-gesa.

48. Janganlah memotong pembicaraan orang lain dan jadilah engkau pendengar yang baik.

49. Sebarkanlah salam kepada orang yang engkau kenal ataupun tidak engkau kenal.

50. Ucapkanlah salam yang disunahkan yaitu “assalamualaikum” dan tidak cukup hanya dengan isyarat telapak tangan atau kepala saja.

51. Janganlah mencela seorangpun dan mensifatinya dengan kejelekan.

52. Janganlah melaknat seorangpun termasuk hewan dan benda mati.

53. Hati-hatilah dari menuduh dan mencoreng kehormatan oarng lain karena hal itu termasuk dosa yang paling besar.

54. Hati-hatilah dari namimah (mengadu domba), yakni menyampaikan perkataan di antara manusia dengan maksud agar terjadi kerusakan di antara mereka.

55. Hati-hatilah dari ghibah, yakni engkau menceritakan tentang saudaramu apa-apa yang dia benci jika mengetahuinya.

56. Janganlah engkau mengagetkan, menakuti dan menyakiti sesama muslim.

57. Wajib bagimu melakukan ishlah (perdamaian) di antara manusia karena hal itu merupakan amalan yang paling utama.

58. Katakanlah hal-hal yang baik, jika tidak maka diamlah.

59. Jadilah engkau orang yang jujur dan janganlah berdusta karena dusta akan mengantarkan kepada dosa dan dosa mengantarakan kepada neraka.

60. Janganlah engkau bermuka dua. Datang kepada sekelompok dengan satu wajah dan kepada kelompok lain dengan wajah yang lain.

61. Janganlah bersumpah dengan selain Allah dan janganlah banyak bersumpah meskipun engkau benar.

62. Janganlah menghina orang lain karena tidak ada keutamaan atas seorangpun kecuali dengan taqwa.

63. Janganlah mendatang dukun, ahli nujum serta tukang sihir dan jangan membenarkan (perkataan) mereka.

64. Janganlah menggambar gambar manuasia dan binatang. Sesungguhnya manusia yang paling keras adzabnya pada hari kiamat adalah tukang gambar.

65. Janganlah menyimpan gambar makhluk yang bernyawa di rumahmu karena akan menghalangi malaikat untuk masuk ke rumahmu.

66. Tasymitkanlah orang yang bersin dengan membaca: “yarhamukallah” apabila dia mengucapkan: “alhamdulillah”

67. Jauhilah bersiul dan tepuk tangan.

68. Bersegeralah untuk bertaubat dari segala dosa dan ikutilah kejelekan dengan kebaikan karena kebaikan tersebut akan menghapuskannya. Dan hati-hatilah dari menunda-nunda.

69. Berharaplah selalu akan ampunan Allah serta rahmat-Nya dan berbaik sangkalah kepada Allah .

70. Takutlah kepada adzab Allah dan janganlah merasa aman darinya.

71. Bersabarlah dari segala mushibah yang menimpa dan bersyukurlah dengan segala kenikamatan yang ada.

72. Perbanyaklah melakukan amal shalih yang pahalanya terus mengalir meskipun engkau telah mati, seperti membangun masjid dan menyebarakan ilmu.

73. Mohonlah surga kepada Allah dan berlindunglah dari nereka.

74. Perbanyaklah mengucapkan shalawat dan salam kepada Rasulullah.

Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabb

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك



(Diterjemahkan dari buletin berjudul 75 Washiyyah li Asy-Syabab terbitan Daarul Qashim Riyadl-KSA oleh Abu Abdurrahman Umar Munawwir)

Arti Sebuah Cinta !!!



^Smile It's a Sunnah .
Bismillahir rohmaanir rohiim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Cinta bisa jadi merupakan kata yang paling banyak dibicarakan manusia. Setiap orang memiliki rasa cinta yang bisa diaplikasikan pada banyak hal. Wanita, harta, anak, kendaraan, rumah dan berbagai kenikmatan dunia lainnya merupakan sasaran utama cinta dari kebanyakan manusia. Cinta yang paling tinggi dan mulia adalah cinta seorang hamba kepada Rabb-nya.

Kita sering mendengar kata yang terdiri dari lima huruf: CINTA. Setiap orang bahkan telah merasakannya, namun sulit untuk mendefinisikannya. Terlebih untuk mengetahui hakikatnya. Berdasarkan hal itu, seseorang dengan gampang bisa keluar dari jeratan hukum syariat ketika bendera cinta diangkat. Seorang pezina dengan gampang tanpa diiringi rasa malu mengatakan, “Kami sama-sama cinta, suka sama suka.” Karena alasan cinta, seorang bapak membiarkan anak-anaknya bergelimang dalam dosa. Dengan alasan cinta pula, seorang suami melepas istrinya hidup bebas tanpa ada ikatan dan tanpa rasa cemburu sedikitpun.

Demikianlah bila kebodohan telah melanda kehidupan dan kebenaran tidak lagi menjadi tolok ukur. Dalam keadaan seperti ini, setan tampil mengibarkan benderanya dan menabuh genderang penyesatan dengan mengangkat cinta sebagai landasan bagi pembolehan terhadap segala yang  dilarang Allah dan Rasul-Nya Muhammad  Allah berfirman :

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Ali ‘Imran: 14)

Rasulullah dalam haditsnya dari shahabat Tsauban mengatakan : ‘Hampir-hampir orang-orang kafir mengerumuni kalian sebagaimana berkerumunnya di atas sebuah tempayan.’ Seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah, apakah jumlah kita saat itu sangat sedikit?’ Rasulullah  berkata: ‘Bahkan kalian saat itu banyak akan tetapi kalian bagaikan buih di atas air. Dan Allah benar-benar akan mencabut rasa ketakutan dari hati musuh kalian dan benar-benar Allah akan campakkan ke dalam hati kalian (penyakit) al-wahn.’ Seseorang bertanya: ‘Apakah yang  dimaksud dengan al-wahn wahai Rasulullah?’ Rasulullah menjawab:  ’Cinta dunia dan takut mati.’ (HR. Abu Dawud no. 4297, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 3610)

Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di dalam tafsirnya mengatakan:
“Allah memberitakan dalam dua ayat ini (Ali ‘Imran: 13-14) tentang keadaan manusia kaitannya dengan masalah lebih mencintai kehidupan dunia daripada akhirat, dan Allah menjelaskan perbedaan yang besar antara dua negeri tersebut. Allah memberitakan bahwa hal-hal tersebut (syahwat, wanita, anak-anak, dsb) dihiaskan kepada manusia sehingga membelalakkan pandangan mereka dan menancapkannya di dalam hati-hati mereka, semuanya berakhir kepada segala bentuk kelezatan jiwa.

Sebagian besar condong kepada perhiasan dunia tersebut dan menjadikannya sebagai tujuan terbesar dari cita-cita, cinta dan ilmu mereka. Padahal semua itu adalah perhiasan yang sedikit dan akan hilang dalam waktu yang sangat cepat.”

Definisi Cinta
Untuk mendefinisikan cinta sangatlah sulit, karena tidak bisa dijangkau dengan kalimat dan sulit diraba dengan kata-kata. Ibnul Qayyim mengatakan: “Cinta tidak bisa didefinisikan dengan jelas, bahkan bila didefinisikan tidak menghasilkan (sesuatu) melainkan menambah kabur dan tidak jelas, (berarti) definisinya adalah adanya cinta itu sendiri.” (Madarijus Salikin, 3/9)

Hakikat Cinta
Cinta adalah sebuah amalan hati yang akan terwujud dalam (amalan) lahiriah. Apabila cinta tersebut sesuai dengan apa yang diridhai Allah, maka ia akan menjadi ibadah. Dan sebaliknya, jika tidak sesuai dengan ridha-Nya maka akan menjadi perbuatan maksiat. Berarti jelas bahwa cinta adalah ibadah hati yang bila keliru menempatkannya akan menjatuhkan kita ke dalam sesuatu yang dimurkai Allah yaitu kesyirikan.

Cinta kepada Allah
Cinta yang dibangun karena Allah akan menghasilkan kebaikan yang sangat banyak dan berharga. Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin (3/22) berkata: “Sebagian salaf mengatakan bahwa suatu kaum telah mengaku cinta kepada Allah lalu Allah menurunkan ayat ujian kepada mereka:

“Katakanlah: jika kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian.” (Ali ‘Imran: 31)

Mereka (sebagian salaf) berkata: “(firman Allah) ‘Niscaya Allah akan mencintai kalian’, ini adalah isyarat tentang bukti kecintaan tersebut dan buah serta faidahnya. Bukti dan tanda (cinta kepada Allah) adalah mengikuti Rasulullah, faidah dan buahnya adalah kecintaan Allah kepada kalian. Jika kalian tidak mengikuti Rasulullah, maka kecintaan Allah kepada kalian tidak akan terwujud dan akan hilang.”

Bila demikian keadaannya, maka mendasarkan cinta kepada orang lain karena-Nya tentu akan mendapatkan kemuliaan dan nilai di sisi Allah. Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik  :
“Tiga hal yang barangsiapa ketiganya ada pada dirinya, niscaya dia akan mendapatkan manisnya iman. Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, dan hendaklah dia mencintai seseorang dan tidaklah dia mencintainya melainkan karena Allah, dan hendaklah dia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan dia dari kekufuran itu sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Al-Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43)

Ibnul Qayyim mengatakan 
bahwa di antara sebab-sebab adanya cinta (kepada Allah) ada sepuluh perkara:

Pertama, membaca Al Qur’an, menggali, dan memahami makna-maknanya serta apa yang dimaukannya.
Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah setelah amalan wajib.
Ketiga, terus-menerus berdzikir dalam setiap keadaan.
Keempat, mengutamakan kecintaan Allah di atas kecintaanmu ketika bergejolaknya nafsu.
Kelima, hati yang selalu menggali nama-nama dan sifat-sifat Allah, menyaksikan dan mengetahuinya.
Keenam, menyaksikan kebaikan-kebaikan Allah dan segala nikmat-Nya.
Ketujuh, tunduknya hati di hadapan Allah
Kedelapan, berkhalwat (menyendiri dalam bermunajat) bersama-Nya ketika Allah turun (ke langit dunia).
Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang memiliki sifat cinta dan jujur.
Kesepuluh, menjauhkan segala sebab-sebab yang akan menghalangi hati dari Allah. (Madarijus Salikin, 3/18, dengan ringkas)

Cinta adalah Ibadah
Sebagaimana telah lewat, cinta merupakan salah satu dari ibadah hati yang memiliki kedudukan tinggi dalam agama sebagaimana ibadah-ibadah  berfirman:Iyang lain. Allah

“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu.” (Al-Hujurat: 7)

“Dan orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)

“Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (Al-Maidah: 54)

Adapun dalil dari hadits Rasulullah adalah hadits Anas yang telah disebut di atas yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim: “Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya.”

Macam-macam cinta
Di antara para ulama ada yang membagi cinta menjadi dua bagian dan ada yang membaginya menjadi empat. Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdulwahhab Al-Yamani dalam kitab Al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid (hal. 114) menyatakan bahwa cinta ada empat macam:

Pertama, cinta ibadah.
Yaitu mencintai Allah dan apa-apa yang dicintai-Nya, dengan dalil ayat dan hadits di atas.

Kedua, cinta syirik.
Yaitu mencintai Allah dan juga selain-Nya. Allah berfirman :
“Dan di antara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi Allah), mereka mencintai tandingan-tandingan tersebut seperti cinta mereka kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)

Ketiga, cinta maksiat.
Yaitu cinta yang akan menyebabkan seseorang melaksanakan apa yang diharamkan Allah dan meninggalkan apa-apa yang diperintahkan-Nya. Allah berfirman:
“Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang sangat.” (Al-Fajr: 20)

Keempat, cinta tabiat.
Seperti cinta kepada anak, keluarga, diri, harta dan perkara lain yang Idibolehkan. Namun tetap cinta ini sebatas cinta tabiat. Allah   berfirman:
“Ketika mereka (saudara-saudara Yusuf ‘alaihis salam) berkata: ‘Yusuf dan adiknya lebih dicintai oleh bapak kita daripada kita.”


Jika cinta tabiat ini menyebabkan kita tersibukkan dan lalai dari ketaatan kepada Allah sehingga meninggalkan kewajiban-kewajiban, maka berubahlah menjadi cinta maksiat. Bila cinta tabiat ini menyebabkan kita lebih cinta kepada benda-benda tersebut sehingga sama seperti cinta kita kepada Allah atau bahkan lebih, maka cinta tabiat ini berubah menjadi cinta syirik.

Buah cinta
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Ketahuilah bahwa yang menggerakkan hati menuju Allah ada tiga perkara: cinta, takut, dan harapan. Dan yang paling kuat adalah cinta, dan cinta itu sendiri merupakan tujuan karena akan didapatkan di dunia dan di akhirat.” (Majmu’ Fatawa, 1/95)

Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di menyatakan: “Dasar tauhid dan ruhnya adalah keikhlasan dalam mewujudkan cinta kepada Allah. Cinta merupakan landasan penyembahan dan peribadatan kepada-Nya, bahkan cinta itu merupakan hakikat ibadah. Tidak akan sempurna tauhid kecuali bila kecintaan seorang hamba kepada Rabbnya juga sempurna.” (Al-Qaulus Sadid, hal. 110)

Bila kita ditanya bagaimana hukumnya cinta kepada selain Allah? Maka kita tidak boleh mengatakan haram dengan spontan atau mengatakan boleh secara global, akan tetapi jawabannya perlu dirinci.

Pertama, bila dia mencintai selain Allah lebih besar atau sama dengan cintanya kepada Allah maka ini adalah cinta syirik, hukumnya jelas haram.

Kedua, bila dengan cinta kepada selain Allah menyebabkan kita terjatuh dalam maksiat maka cinta ini adalah cinta maksiat, hukumnya haram.

Ketiga, bila merupakan cinta tabiat maka yang seperti ini diperbolehkan.Wallahu a’lam Bishawab .
Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabb


سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك




Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi

Selasa, 01 Maret 2011

" Hidup dan Mati Adalah Ujian "


♥ ^Smile It's a Sunnah .
Bismillahir rohmaanir rohiim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Setiap yang hidup pasti akan merasakan kematian. Allah menjadikan kehidupan dan kematian sebagai ujian. Siapa di antara manusia yang terbaik amalannya ?

(Dialah) yang menjadikan mati dan hidup, agar Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS.al-Mulk: 2)

Fudhail bin Iyadh berkata: “Amalan yang paling baik adalah yang paling..ikhlas dan yang paling sesuai dengan sunnah”. (Iqadhul Himam al-muntaqa min Jami’il Ulum wal Hikam, Syaikh Salim ‘Ied al-Hilali, hal. 35)

Kita hidup di dunia adalah untuk diuji, siapa yang paling ikhlas amalannya hanya murni untuk Allah semata dan siapa yang paling sesuai dengan sunnah rasulullah r.
Oleh karena itu kita perlu memperhatikan apa makna kehidupan dan apa makna kematian?

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:
"Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi ? (QS.Al 'Ankabuut:2)

Saudaraku-saudaraku kaum muslimin, sesungguhnya Allah menciptakan kita adalah untuk satu tugas yang mulia yaitu beribadah hanya kepada-Nya. Allah turunkan kitab-kitabnya, Allah mengutus rasul-rasul –Nya adalah untuk misi ini.

Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku. (adz-Dzariyat: 56)

Sehingga hidup kita ini tidaklah sia-sia, melainkan kehidupan sementara yang sarat akan makna dan kelak akan ditanya tentang apa yang kita perbuat di dunia ini..Wallahi taufiq Wal hidayah ..Baarakallohu fiikum.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك

Kamis, 24 Februari 2011

Salah Paham dengan Ayat “Kami Lebih Dekat dari Urat Leher”


^smile^ It's a Sunnah ..
Bismillahir rohmaanir rohiim..
Assalamu'alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh..

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in...Amma Ba'du

Dalam sebuah posting masalah aqidah, kami pernah mengangkat pembahasan cukup krusial yaitu mengenai keberadaan Rabb kita. Keberadaan Allah adalah di atas langit dan Dzat Allah bukan di mana-mana. Itulah kesimpulan yang dapat ditarik. Namun sebagian orang kemudian mengangkat suara tanda kurang setuju. Mereka pun mengemukakan ayat dalam surat Qaaf berikut.

وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ

“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” (QS. Qoof: 16).
Kata mereka, dari sini kita harus katakan bahwa Allah itu dekat, bukan jauh di langit sana. Itulah argumen mereka.

Semoga tulisan berikut bisa menjawab kerancuan di atas. Hanya Allah yang memberi taufik dan kemudahan.

Apa yang Dimaksud Kedekatan Dalam Ayat Ini?

Para ulama ahli tafsir berselisih pendapat mengenai makna kedekatan dalam ayat di atas, apakah yang dimaksud adalah kedekatan Allah atau kedekatan malaikat.

Abul Faroj menyebutkan bahwa ada dua pendapat ketika mengartikan kedekatan dalam ayat di atas.

Pertama adalah kedekatan para malaikat.

Kedua adalah kedekatan Allah dengan ilmu-Nya, sebagaimana yang disebutkan dari Abu Sholih, dari Ibnu ‘Abbas.

Namun ingat, mereka sama sekali tidak memaksudkan kedekatan di situ adalah kedekatan Dzat Allah ‘azza wa jalla, yaitu Dzat Allah dekat dengan urat leher dari seorang hamba. Jadi, jika ulama tersebut menafsirkan kedekatan di situ bukan kedekatan para malaikat, maka mereka mereka akan menafsirkan bahwa kedekatan tersebut adalah kedekatan dengan ilmu dan qudroh (kekuasaan) Allah. –Demikian penuturan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah-[1]

Jadi, perlu diperhatikan bahwa tidak ada satu pun ulama Ahlus Sunnah yang mengartikan kedekatan Allah dengan kedekatan Dzat-Nya, sehingga jika kedekatan-Nya dimaknakan Allah berada di mana-mana, ini adalah makna yang jelas-jelas keliru.

Tafsiran yang Lebih Tepat

Dari dua tafsiran ulama mengenai “kedekatan” dalam surat Qaaf ayat 16, kedekatan yang lebih tepat adalah kedekatan para malaikat bukan kedekatan ilmu Allah. Alasannya adalah:

Pertama: Melihat kelanjutan surat Qaaf ayat 16 yang membicarakan tentang malaikat.[2]

Selengkapnya Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ, إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 16-18). Konteks ayat ini membicarakan tentang malaikat.

Kedua: Yang dimaksudkan “al insan (manusia)” dalam surat Qaaf ayat 16 adalah umum, baik mukmin ataupun kafir. Jika kita menyatakan yang dimaksudkan dalam ayat itu adalah kedekatan Allah, maka ini sangat bertentangan. Kedekatan Allah tidak mungkin pada orang kafir. Kedekatan Allah hanya pada orang beriman saja. Sehingga yang lebih tepat kita katakan, maksud ayat ini adalah kedekatan para malaikat.[3]

Mungkin ada yang mengatakan bahwa dalam surat Qaaf ayat 16 digunakan kata ‘Kami (nahnu)’, “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya”, namun kenapa yang dimaksudkan adalah malaikat dan adakah contoh yang semisal?

Jawabannya, ada contoh ayat yang semisal. Sama-sama menggunakan kata ‘Kami (nahnu)’, namun yang dimaksudkan adalah kedekatan malaikat. Contohnya firman Allah Ta’ala,

لا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ , إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ

“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” (QS. Al Qiyamah: 16-17). Yang dimaksud dengan “Kami” di sini adalah Malaikat Jibril. Allah menyandarkan perbuatan Jibril pada diri-Nya karena Jibril adalah utusan-Nya. Sebagaimana dalam surat Qaaf ayat 16 Allah menyandarkan kedekatan malaikat pada diri-Nya karena malaikat adalah utusan-Nya. Hal itu dibuktikan dalam ayat,

أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ بَلَى وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ

“Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka.” (QS. Az Zukhruf: 80)[4]. Sehingga pendapat yang lebih tepat, yang dimaksud kedekatan dalam ayat tersebut adalah kedekatan malaikat sebagaimana pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Begitu pula jika kita temukan dalam ayat lainnya yang menyebutkan kedekatan secara umum (mencakup mukmin dan kafir), maka yang dimaksudkan adalah kedekatan para Malaikat.[5]

Kedekatan Allah dengan Orang Beriman

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa makna kedekatan bisa dua kemungkinan yaitu kedekatan Allah atau kedekatan malaikat-Nya, dan bukan berarti mengkonsekuensikan Allah ada di mana-mana. Begitu pula perlu dipahami bahwa kedekatan Allah di sini adalah hanya khusus untuk orang beriman dan bukan dengan orang kafir. Namun apakah kedekatan Allah dengan orang beriman dalam segala keadaan?

Jawabannya, kedekatan Allah di sini hanya dalam beberapa keadaan. Contoh kedekatan Allah adalah:

Pertama: Ketika berdo’a

Sebagaimana hal ini terdapat dalam ayat berikut.

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), “Aku itu dekat”. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186)

Begitu juga terdapat dalil dalam Shohih Muslim pada Bab ‘Dianjurkannya merendahkan suara ketika berdzikir’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالَّذِى تَدْعُونَهُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَةِ أَحَدِكُمْ

“Yang kalian seru adalah Rabb yang lebih dekat pada salah seorang di antara kalian daripada urat leher unta tunggangan kalian.”[6]

Kedua: Ketika sujud

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

“Tempat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a ketika itu.”[7]

Jadi kedekatan Allah adalah ketika seorang mukmin beribadah dan ketika seorang mukmin berdo’a. Adapun kedekatan secara umum adalah kedekatan para malaikat, sebagaimana pendapat yang lebih kuat.[8]

Akibat Salah Paham

Di antara akibat salah memahami kedekatan surat Qaaf ayat 16 tersebut adalah berkeyakinan Allah menyatu dengan makhluk atau Allah berada dalam makhluk.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Hal ini berbeda dengan pemahaman orang yang menyimpang. Mereka menyangka bahwa Tuhan mereka bercampur dengan darah dan daging manusia. Akibatnya mereka pun menyatakan bahwa manusia tidaklah semata-mata disebut makhluk. Mereka mengatakan bahwa Pencipta dan makhluk itu satu. Menurut sangkaan keliru mereka, Allah sebagai sesembahan berada di dalam dan luar urat leher manusia. Jadi menurut mereka, Allah itu bercampur dengan makhluk. [9] Maha Suci Allah dari sangkaan buruk mereka.

Allah Tetap Berada Di Atas Langit

Walaupun dalam pembahasan kali ini kami membahas kedekatan Allah, namun sekali lagi jangan dipahami bahwa maksud kedekatan di sini melazimkan Allah ada di mana-mana sebagaimana anggapan sebagian orang yang salah kaprah. Tidak ada satu pun ulama Ahlus Sunnah yang berjalan di atas kebenaran yang menyatakan seperti itu. Allah tetap berada di atas langit sesuai dengan sifat yang layak bagi-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berada di atas ‘Arsy, terpisah dengan makhluk-Nya. Keyakinan inilah yang menjadi konsensus (ijma’) para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.[10]

Dalil-dalil yang mendukung keberadaan Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak, sampai-sampai ulama besar Syafi’iyah mengatakan bahwa ada 1000 dalil yang mendukung hal ini. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sebagian ulama besar Syafi’iyah mengatakan bahwa dalam Al Qur’an ada 1000 dalil atau lebih yang menunjukkan Allah itu berada di ketinggian di atas makhluk-makhluk-Nya. Sebagian mereka mengatakan ada 300 dalil yang menunjukkan hal ini.”[11]

Di antara dalil yang menunjukkan bahwa Allah berada di atas langit, di atas seluruh makhluk-Nya adalah:

Pertama: Ayat tegas yang menyatakan Allah beristiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy. ‘Arsy adalah makhluk Allah yang paling tinggi dan paling besar.

Contoh ayat tersebut adalah,

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arsy .” (QS. Thaha: 5)

Kedua: Dalil yang menanyakan di manakah Allah. Seperti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya pada seorang budak, “Di mana Allah?” Budak itu menjawab,  “Di atas langit.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Siapa saya?” Budak tersebut menjawab, “Engkau adalah Rasulullah.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Merdekakanlah dia karena dia adalah seorang mukmin.” (HR. Muslim)

Adz Dzahabi mengatakan, “Inilah pendapat kami bahwa siapa saja yang ditanyakan di mana Allah, maka akan dibayangkan dengan fitrohnya bahwa Allah di atas langit. Jadi dalam riwayat ini ada dua permasalahan: [1] Diperbolehkannya seseorang menanyakan, “Di manakah Allah?” dan [2] Orang yang ditanya harus menjawab, “Di atas langit”.” Lantas Adz Dzahabi mengatakan, “Barangsiapa mengingkari dua permasalah ini berarti dia telah menyalahkan Musthofa (Nabi Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [12]

Ketiga: Dalil yang menyatakan bahwa Allah menceritakan mengenai Fir’aun yang ingin menggunakan tangga ke arah langit agar dapat melihat Tuhannya Musa. Lalu Fir’aun mengingkari keyakinan Musa mengenai keberadaan Allah di atas langit. Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبَابَ (36) أَسْبَابَ السَّمَاوَاتِ فَأَطَّلِعَ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ كَاذِبًا

“Dan berkatalah Fir’aun: “Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta”.” (QS. Al Mu’min: 36-37)

Ibnu Abil ‘Izz mengatakan, “Mereka jahmiyah yang mendustakan ketinggian Dzat Allah di atas langit, mereka itu termasuk pengikut Fir’aun. Sedangkan yang menetapkan ketinggian Dzat Allah di atas langit, merekalah pengikut Musa dan pengikut Muhammad.” [13]

Begitu pula empat imam madzhab bersepakat mengenai hal ini. Bahkan keyakinan ini adalah keyakinan semua nabi. Syaikh Abdul Qodir Al Jailani mengatakan, “Keyakinan bahwa Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy-Nya telah disebutkan dalam setiap kitab suci yang Allah turunkan pada para nabi.”[14]

Memang Betul Ilmu Allah Di Mana-Mana, Namun Bukan Dzat Allah

Jika dikatakan ilmu Allah di mana-mana, itu memang benar. Namun jika dikatakan bahwa Dzat Allah ada di mana-mana, maka perkataan seperti ini berarti telah mendustakan 1000 dalil dalam Al Qur’an. Lihatlah perkataan imam madzhab dan para ulama.

Abdullah bin Nafi’ berkata bahwa Malik bin Anas mengatakan, “Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[15]

Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, namun setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[16]

Dari ‘Ali bin Al Hasan bin Syaqiq, dia berkata, “Aku berkata kepada Abdullah bin Al Mubarok, bagaimana kita mengenal Rabb kita ‘azza wa jalla. Ibnul Mubarok menjawab, “Rabb kita berada di atas langit ketujuh dan di atasnya adalah ‘Arsy. Tidak boleh kita mengatakan sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Jahmiyah yang mengatakan bahwa Allah berada di sini yaitu di muka bumi.” Kemudian ada yang menanyakan tentang pendapat Imam Ahmad bin Hambal mengenai hal ini. Ibnul Mubarok menjawab, “Begitulah Imam Ahmad sependapat dengan kami.”[17]

Penutup

Dengan demikian seharusnya kita dapat mengkompromi antara dalil yang menyatakan Allah berada di atas langit dan dalil kedekatan atau kebersamaan Allah karena tidak mungkin ayat Al Qur’an satu dan lainnya saling bertentangan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Aqidah Al Wasithiyah mengatakan, “Kedekatan dan kebersamaan Allah yang disebutkan dalam Al Kitab dan As Sunnah tidaklah bertentangan denga ketinggian Allah Ta’ala. Tidak ada sesuatu pun yang semisal dengan-Nya dalam setiap sifat-sifat-Nya. Allah Maha Tinggi, namun dekat. Dia Maha Dekat, namun tetap berada di ketinggian.”

Kesimpulan:

* Allah berada di atas ‘Arsy sesuai dengan sifat yang layak bagi-Nya.
* Allah juga selalu dekat dengan hamba-Nya yang beriman, namun bukan berarti Dzat Allah di mana-mana.
* Ilmu Allah di mana-mana, namun Dzat Allah tetap di atas ‘Arsy-Nya.
* Tidak ada satu pun ulama Ahlus Sunnah yang mengatakan kedekatan Allah dengan kedekatan Dzat-Nya sehingga berarti Allah ada di mana-mana.
* Allah Maha Tinggi, namun dekat. Dia Maha Dekat, namun tetap berada di ketinggian.
* Sesuatu yang mustahil bagi makhluk, tidak mustahil bagi Allah. Makhluk tidak mungkin dikatakan berada di tempat yang tinggi tetapi dekat, namun hal itu mungkin saja bagi Allah. Karena Allah Maha Besar, segala sesuatu sangat mungkin bagi Allah.
* Menurut pendapat yang lebih tepat, pada surat Qaaf ayat 16 (Kami lebih dekat dari urat leher), yang dimaksud adalah kedekatan malaikat. Jika ingin dimaknakan kedekatan Allah, maka yang dimaksudkan adalah kedekatan Allah dengan ilmu-Nya dan bukan berarti Dzat Allah di mana-mana.Wallahu'alam Bishawab

Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada setiap muslim yang mengkaji risalah ini.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabb

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك
__________________________________________________________________________________
[1] Lihat Majmu’ Al Fatawa, 5/502, Darul Wafa’,  cetakan ketiga 1426 H.
[2] Lihat Majmu’ Al Fatawa, 5/504-505. Lihat pula penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ketika menjelaskan surat Qaaf ayat 16 dalam Tafsir Al ‘Allamah Muhammad Al ‘Utsaimin, 8/15, Asy Syamilah
[3] Lihat Tafsir Al ‘Allamah Muhammad Al ‘Utsaimin, 8/15.
[4] Lihat Tafsir Al ‘Allamah Muhammad Al ‘Utsaimin, 8/15-16.
[5] Lihat Tafsir Al ‘Allamah Muhammad Al ‘Utsaimin, 8/16
[6] HR. Muslim no 2704, dari Abu Musa.
[7] HR. Muslim no. 482, dari Abu Hurairah.
[8] Lihat Tafsir Al ‘Allamah Muhammad Al ‘Utsaimin, 8/16.
[9] Lihat Majmu’ Al Fatawa, 5/501
[10] Idem
[11] Majmu’ Al Fatawa, 5/121
[12] Mukhtashor Al ‘Uluw, Syaikh Al Albani, Adz Dzahabiy, Tahqiq: Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, hal. 81, Al Maktab Al Islamiy, cetakan kedua, 1412 H
[13] Syarh Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah, Ibnu Abil ‘Izz Ad Dimasyqi , Dita’liq oleh Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth, 2/441, Mu’assasah Ar Risalah, cetakan kedua, 1421 H.
[14] Fathu Robbil Bariyyah bi Talkhishil Hamawiyyah, Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin, hal. 33, Darul Atsar, cetakan pertama, 2002.
[15] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, Adz Dzahabiy, hal. 138, Asy Syamilah
[16] Lihat Itsbat Sifatil ‘Uluw, Abdullah bin Ahmad bin Qudamah Al Maqdisy, hal. 116, Asy Syamilah
[17] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 139. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shohih.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal