Sabtu, 19 Februari 2011

Menikahi Janda,… Mengapa Tidak ?!

Bismillahir rohmaanir rohiim..
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh .. Meski Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam menganjurkan para pria untuk lebih mengutamakan perawan untuk dinikahi, bukan berarti beliau melarang seorang pria menikahi janda. Bukankah sebagian besar istri beliau juga janda ?


Bagi seorang pria, menikahi janda juga bisa dijadikan pilihan. Apalagi jika ia berniat untuk menyantuni seorang wanita yang tidak lagi bersuami dan anak yatim yang kehilangan kasih sayang seorang ayah. Jika dilakukan dengan ikhlas, semua itu insyaallah akan membuahkan pahala yang besar.

Memang harus diakui, gadis perawan tentu memiliki banyak kelebihan dibandingkan seorang janda. Akan tetapi, janda pun punya satu kelebihan dari perawan, yaitu ia lebih berpengalaman ! Ya, karena ia sudah pernah berumah tangga. Dengan begitu, diharapkan dia bisa mengurus rumah tangganya dengan lebih baik.
Jika dulu ia pernah gagal membina keluarga bersama suami pertamanya, maka diharapkan ia bisa belajar dari pengalamannya itu untuk kemudian lebih introspeksi dan memperbaiki diri. Sehingga jika kemudian ia menikah lagi, ia akan berusaha menjaga keutuhan rumah tangganya, agar tidak karam sebagaimana yang pertama.
  • Pilih yang Shalihah
Jika ingin menikahi janda, seorang lelaki tetap harus memperhatikan rambu-rambu yang telah diberikan Rasululah shalallahu ‘alaihi wassalam untuk memilih calon istri.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

تُنْكَحُ النِّسَاءُ لِأَرْبَعَةٍ
لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَلِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ


“Wanita itu dinikahi karena empat hal. Karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah agamanya, (kalau tidak) engkau akan celaka.”(HR Bukhari dan Muslim)

Dalam Syarah Muslim, Imam Nawawi menjelaskan bahwa barangsiapa yang memilih karena pertimbangan agama, maka akan mendapatkan kebaikan dan barakah serta terlindung dari berbagai mafsadat. Ini buah dari mulianya akhlak dan kebaikan wanita pilihannya.

Adapun mengenai gambaran akhlaq wanita shalihah, adalah yang selalu menyenangkan hati suaminya bila dipandang, selalu taat pada suaminya, tidak pernah melanggar perintahnya serta tidak berkhianat dalam mengelola harta suaminya. Wanita seperti inilah sebaik-baik perhiasan dunia, yang layak dimiliki oleh lelaki yang shalih.
  • Untuk Para Janda
Untuk para saudariku yang saat ini sudah menjanda, jangan biarkan hati kalian terus-menerus dalam kesedihan.

Sungguh, meski sudah tidak punya suami, tetapi kalian masih punya Allah l yang Maha Hidup.
Tetaplah menjaga kecintaan dan ketaqwaan kepada Allah ,


karena Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ



Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Rabb kami ialah Allah’, kemudian mereka bersikap istiqamah, maka akan turun malaikat kepada mereka (dengan mengatakan), ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah kamu dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’”(QS.Fushshilat:30)

Berusahalah untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, dan jagalah akhlak kalian baik di dalam maupun di luar rumah. Sebisa mungkin, kurangilah aktivitas di luar rumah.

Jika terpaksa harus keluar rumah, jangan lupa untuk senantiasa menutup tubuhmu dengan pakaian yang syar’i. Jika mungkin, mintalah salah seorang mahrammu untuk menemanimu.

Ingatlah bahwa keanggunan dan kesendirianmu bisa menjadi fitnah bagi lelaki. Karena itu, berhati-hatilah dan jangan lupa berdoa dalam memulai setiap langkahmu.

Jika kamu merindukan kasih sayang seorang suami sebagaimana dulu pernah engkau miliki, maka berdoalah kepada Allah agar memberikan yang terbaik untukmu. Sungguh Allah telah berjanji untuk mengabulkan doa hamba-Nya, akan tetapi engkau pun harus bersabar. Yang terpenting, jangan pernah berputus asa dari rahmat Allahu ta’ala. Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan.

Tambahan faedah :
( tambahan faedah ini merupakan tulisan dari Ukht Ummu Rumaisha)
Janda adalah status semata yang sama halnya dengan menikah”, “tidak menikah”, “duda”, “perjaka”, “perawan dan kata sandang lainnya yang beredar di masyarakat.

Terkadang dalam hidup seseorang harus berhadapan dengan pilihan yang sulit bila masalah akhirnya menyebabkan pernikahannya kandas. Atau ketika kuasa Tuhan bicara lain dari rencana sepasang manusia, dan membuat yang ditinggalkan harus menjalani hidup sendiri.

Kalau dalam ajaran agama Islam posisi janda ini diletakkan sedemikian rupa yang harus kita hormati, rasanya tidak adil menempatkan mereka dalam kenegatifan. Dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pun beristrikan para janda yang ditinggal suaminya meninggal di medan perang, karena beliau ingin menjaga kehormatan para wanita tersebut dan menjamin masa depan anak-anaknya. Sedangkan dalam mayarakat beberapa dari kita menempatkan seorang janda layaknya obyek tabloid gosip. Rasanya ganjil kalau kita timpang sebelah memberikan cap yang kurang baik pada seorang janda, sedangkan bagi seorang duda, sepertinya hal yang biasa saja.

Ketika kita memutuskan untuk memberikan cap tertentu pada sebuah status, tengoklah kembali siapa diri kita sebenarnya ini.

Kenapa kita tidak bisa melihat seseorang karena dia adalah pribadi yang menarik, welas-asih, baik hati atau periang?

Kenapa kita tidak bisa mengukur seseorang karena kepandaiannya memasak, merangkai bunga, ilmu dan agamanya?

Apa perlu kita mencampur adukkan status seseorang dengan kemampuannya dalam masyarakat dan memberikan nilai rendah hanya karena dia berbeda?

Status, apapun itu, apalagi seorang janda, mestinya membuat kita berpikir keras. Berpikir bagaimana si wanita itu menghidupi keluarganya, kalau dia memiliki anak . Berpikir bagaimana bisa berlaku profesional di kantor, bukannya menyulut gosip-gosip iseng tentang kawan kerja yang seorang janda. Semestinya kita terus belajar dengan berkaca pada orang lain, karena di beberapa hal bisa jadi kita ini lebih beruntung.

Terlepas dari semua itu, semua janda-muda harus memikul beban yang tidak mudah, apalagi bila mereka sudah dikaruniai keturunan. Selain harus menghidupi dirinya sendiri, sang janda muda juga harus bisa berdiri tegar untuk menghidupi anak-anaknya.

Sedangkan untuk urusan asmara, janda-muda suka dihadapkan oleh kendala penolakan dari keluarga laki-laki.Saya sendiri suka menemukan kisah-kisah di mana para janda-muda harus rela patah hati karena keluarga pihak laki-laki menolak kehadiran mereka.

Dari berbagai alasan yang disampaikan, penolakan keluarga laki-laki atas kehadiran seorang janda-muda sedikit banyak dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat melihat sosok janda-muda itu sendiri.

Sosok seorang janda muda mau tidak mau sering dikaitkan dengan persepsi “bekas” atau “second hand“.Akibatnya, janda-muda seperti mengalami penurunan kualitas sebagai calon pasangan hidup. Terlebih lagi bila jandanya disebabkan oleh perceraian.

Saya pribadi menolak pandangan seperti ini. Karena seorang janda muda hanyalah seseorang yang memang punya jalan hidup seperti itu, terlepas dari ditinggal mati ataupun karena bercerai.

Ketika seorang wanita muda menjanda, tidak serta merta dia jadi turun kualitasnya, dan bukan pula berarti dia jadi kurang cocok untuk jadi pasangan hidup dibanding dengan wanita-wanita yang masih lajang.
Memutuskan untuk meminang seorang janda muda memang punya kendalanya sendiri. Selain penolakan, kita juga harus mau berbesar hati menerima anak-anaknya, dan mungkin suatu saat harus berhadapan dengan mantan suami juga. Hal-hal seperti inilah yang mungkin dipandang sebagai excess baggage nya janda-muda. Bagi seorang laki-laki, kondisi tersebut tentunya akan berdampak pada ketahanan psikologis, fisik dan ketahanan ekonominya. Namun semua kembali pada pilihan.



Bila sang janda-muda memang bisa memberikan yang selama ini kita cari dan bisa memberikan kedamaian hati,sudah selayaknyalah kita memperjuangkan dirinya untuk dijadikan pasangan yang akan menemani kita sampai haritua nanti.

Bersabarlah dengan kesabaran yang tinggi……
wahai ukhti Muslimah yang mengharapkan wajah NYA ta’ala

Ingatlah firman Allah ta’ala , berikut ini :

قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ


” Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu.” Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. “(QS.Az Zumar :10)

Bersabar dan bertaqwalah dengan sebenar benar taqwa, yakinlah Allahu ta’ala akan memberikan yang terbaik wahai ukhti muslimah

وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ حِينَ تَقُومُ


Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri, (QS Ath Thuur : 48) ...Wallahu ta’ala a’lamu bishshawwab.

Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabb

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك

________________________________________________________________________
sumber materi :
Sakinah.Vol 5,no.10 (Ummu Aslam), dengan tambahan Faedah dari
Ummu Rumaisha

artikel ini diambil dari blog Ummu Rumaisha

Jumat, 18 Februari 2011

" Harta hanyalah titipan ilahi "

Bismillahir rohmaanir rohiim..
Assalamu'alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh..


Yang harus engkau ingat dalam benakmu " Hartamu hanyalah titipan ilahi "

Allah Ta’ala berfirman,

آَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ


“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.”
(QS. Al Hadiid: 7)


  • Faedah dari ayat di atas:

Pertama:
Perintah untuk beriman pada Allah dan Rasul-Nya.

Kedua:
Dorongan untuk berinfak.


Ketiga:
Pahala yang besar di balik, iman dan infak.


Keempat:

Al Qurthubi rahimahullah menjelaskan,
“Ayat ini merupakan dalil bahwa pada hakekatnya harta tersebut milik Allah. Hamba tidaklah memiliki apa-apa melainkan apa yang Allah ridhoi. Siapa saja yang menginfakkan hartanya pada jalan Allah sebagaimana halnya seseorang yang mengeluarkan harta orang lain dengan seizinnya, maka ia akan mendapatkan pahala yang melimpah dan amat banyak. ”

Al Qurtubhi sekali lagi mengatakan,
“Hal ini menunjukkan bahwa harta kalian bukanlah miliki kalian pada hakikatnya. Kalian hanyalah bertindak sebagai wakil atau pengganti dari pemilik harta tersebut yang sebenarnya. Oleh karena itu, manfaatkanlah kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya untuk memanfaatkan harta tersebut di jalan yang benar sebelum harta tersebut hilang dan berpindah pada orang-orang setelah kalian. ”

Lantas Al Qurtubhi menutup penjelasan ayat tersebut, “
Adapun orang-orang yang beriman dan beramal sholih di antara kalian, lalu mereka menginfakkan harta mereka di jalan Allah, bagi mereka balasan  yang besar yaitu SURGA.” (Tafsir Al Qurthubi, 17/238)

Intinya maksud Al Qurthubi, " harta hanyalah titipan ilahi "
Semua harta Allah izinkan untuk kita manfaatkan di jalan-Nya dalam hal kebaikan dan bukan dalam kejelekan. Jika harta ini pun Allah ambil, maka itu memang milik-Nya.

Tidak boleh ada yang protes, tidak boleh ada yang mengeluh,
tidak boleh ada yang merasa tidak suka karena manusia memang orang yang fakir yang tidak memiliki harta apa-apa pada hakikatnya...Wallahu'alam Bishawab

Alloh Azza Wa Jalla Berfirman :

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS.Ali 'Imran:14)


Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabb

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك



Renungkanlah hal ini … !!!

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Dosa Kecil Pun Bisa Menjadi Besar !!!


Bismillahir rohmaanir rohiim..
Assalamu'alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh..


Seperti kita ketahui bersama bahwa dosa itu terbagi menjadi dua yaitu dosa besar dan dosa kecil. Namun perlu diketahui bahwa dosa kecil sebenarnya bisa menjadi besar, jika dilakukan karena sebab-sebab berikut. Kita perlu mengetahui hal ini agar kita tidak menganggap remeh suatu dosa.

  • Pertama:
Dosa kecil tersebut sudah menjadi kebiasaan dan dilakukan terus menerus.

Terdapat sebuah hadits yang maknanya shahih (benar), namun didhoifkan (dilemahkan) oleh para ulama pakar hadits,
لاَ كَبِيْرَةَ مَعَ الاِسْتِغْفَارِ وَ لاَ صَغِيْرَةَ مَعَ الإِصْرَارِ

“Tidak ada dosa besar jika dihapus dengan istighfar (meminta ampun pada Allah) dan tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus.”[1]


Kalau dosa besar sudah ditaubati, maka janganlah diikuti dengan dosa lainnya yang semisal, begitu pula janganlah diteruskan dengan dosa-dosa kecil.
  • Kedua:
Dosa bisa dianggap besar di sisi Allah jika seorang hamba menganggap remeh dosa tersebut. Oleh karenanya, jika seorang hamba menganggap besar suatu dosa, maka dosa itu akan kecil di sisi Allah. Sedangkan jika seorang hamba menggaggap kecil (remeh) suatu dosa, maka dosa itu akan dianggap besar di sisi Allah. Dari sinilah jika seseorang mengganggap besar suatu dosa, maka ia akan segera lari dari dosa dan betul-betul membencinya.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ

“Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk di sebuah gunung dan khawatir gunung tersebut akan menimpanya. Sedangkan seorang yang fajir (yang gemar maksiat), ia akan melihat dosanya seperti seekor lalat yang lewat begitu saja di hadapan batang hidungnya.”[2]


Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ أَعْمَالاً هِىَ أَدَقُّ فِى أَعْيُنِكُمْ مِنَ الشَّعَرِ ، إِنْ كُنَّا نَعُدُّهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُوبِقَاتِ

“Sesungguhnya kalian mengerjakan amalan (dosa) di hadapan mata kalian tipis seperti rambut, namun kami (para sahabat) yang hidup di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggap dosa semacam itu seperti dosa besar.”[3]

Bilal bin Sa’ad rahimahullah mengatakan,
“Janganlah engkau melihat kecilnya suatu dosa, namun hendaklah engkau melihat siapa yang engkau durhakai.”


  • Ketiga:
Memamerkan suatu dosa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ أُمَّتِى مُعَافَاةٌ إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنَ الإِجْهَارِ أَنْ يَعْمَلَ الْعَبْدُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ثُمَّ يُصْبِحُ قَدْ سَتَرَهُ رَبُّهُ فَيَقُولُ يَا فُلاَنُ قَدْ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ فَيَبِيتُ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang melakukan jahr. Di antara bentuk melakukan jahr adalah seseorang di malam hari melakukan maksiat, namun di pagi harinya –padahal telah Allah tutupi-, ia sendiri yang bercerita, “Wahai fulan, aku semalam telah melakukan maksiat ini dan itu.” Padahal semalam Allah telah tutupi maksiat yang ia lakukan, namun di pagi harinya ia sendiri yang membuka ‘aib-‘aibnya yang telah Allah tutup.”[4]

  • Keempat:
Dosa tersebut dilakukan oleh seorang alim yang dia menjadi panutan bagi yang lain.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ


“Barangsiapa melakukan suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikitpun.”[5]

Sehingga bagi seorang alim yang menjadi panutan lainnya, hendaknya ia: [1] meninggalkan dosa dan [2] menyembunyikan dosa jika ia terlanjur melakukannya.

Sebagaimana dosa seorang alim bisa berlipat-lipat jika ada yang mengikuti melakukan dosa tersebut, maka begitu pula dengan kebaikan yang ia lakukan. Jika kebaikan tersebut diikuti orang lain, maka pahalamu akan semakin berlipat untuknya.


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ


“Barangsiapa melakukan suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh.”[6] ..Wallahu 'alam Bishawab

Semoga Allah selalu memudahkan kita untuk melaksanakan kebaikan dan menghindarkan kita dari setiap dosa. ..Amin Ya Mujibas Saa-ilin..
Semoga bermanfaat untuk kita semua ...Amiin Ya Rabb

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك

___________________________________________________


[1] Dhoiful Jaami’ no. 6308. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan pula oleh Al Baihaqi dalam Asy Syu’ab dengan sanad lainnya dari Ibnu ‘Abbas namun mauquf (perkataan Ibnu ‘Abbas), periwayatnya tsiqoh (terpercaya). Riwayat ini pun munqothi’ (terputus) antara Qois bin Sa’ad (dia orang Mekkah), ia katakan bahwa Ibnu ‘Abbas berkata.
[2] Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam kitab Shahihnya no. 6308.
[3] Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam kitab Shahihnya no. 6492.
[4] HR. Bukhari no. 6069 dan Muslim no. 2990, dari Abu Hurairah.
[5] HR. Muslim no. 1017
[6] Idem.

Disarikan dari penjelasan Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah dala
m kitab Mukhtashor Minhajul Qoshidin, hal. 242, terbitan Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, 1426 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Di Saat Impian Belum Terwujud !!!

Bismillahir rohmaanir rohiim..
Assalamu'alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh..


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman...Amma Ba'du

Setiap orang pasti memiliki impian dan cita-cita. Berbagai usaha pun dikerahkan untuk mencapai impian tersebut. Namun kadang usaha untuk menggapai impian kandas di tengah jalan dikarenakan berbagai rintangan dari dalam maupun dari luar. Tentu saja impian yang kami maksudkan di sini adalah impian yang logis yang bisa dicapai dan bukan hanya khayalan di negeri antah berantah. Di saat impian tadi belum terwujud, bagaimanakah cara untuk menggapainya? Semoga tulisan ini bisa memberikan solusi terbaik.

Belajar dari Kisah Ibrahim ‘alaihis salam dan Istrinya

Suatu pelajaran yang patut dicontoh adalah kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bersama istrinya, Sarah. Lihatlah impiannya untuk memiliki anak sekian lama, akhirnya bisa terwujud. Padahal ada tiga sebab yang menjadi penghalang ketika itu. Sarah sudah sangat tua, Ibrahim pun demikian dan Sarah adalah wanita yang mandul.[1]

Ada ulama yang berpendapat bahwa ketika anaknya Ishaq itu lahir, Sarah berusia 90-an tahun dan Ibrahim berusia 100-an tahun.[2] Namun di usia sudah sangat senja seperti itu, Allah Ta’ala memudahkan mereka memiliki anak, yaitu Ishaq yang akan menjadi seorang Nabi.

Mengenai kisah Ibrahim dan Sarah, kita dapat melihat dalam dua surat. Dalam kisah mereka, Allah Ta’ala menceritakan kedatangan tamu (para malaikat). Ia pun dan istrinya menjamu mereka dengan sangat baiknya dan malaikat tersebut membawa kabar gembira pada Ibrahim dan Sarah atas kelahiran Ishaq,

فَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً قَالُوا لَا تَخَفْ وَبَشَّرُوهُ بِغُلَامٍ عَلِيمٍ (28) فَأَقْبَلَتِ امْرَأَتُهُ فِي صَرَّةٍ فَصَكَّتْ وَجْهَهَا وَقَالَتْ عَجُوزٌ عَقِيمٌ (29) قَالُوا كَذَلِكِ قَالَ رَبُّكِ إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ (30)

“(Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata: “Janganlah kamu takut”, dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak). Kemudian isterinya datang memekik lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata: “(Aku adalah) seorang perempuan tua yang mandul”.  Mereka berkata: “Demikianlah Tuhanmu memfirmankan” Sesungguhnya Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. ” (QS. Adz Dzariyaat: 24-30)


Dalam surat Huud, Allah Ta’ala menceritakan,

وَامْرَأَتُهُ قَائِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ (71) قَالَتْ يَا وَيْلَتَا أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ (72)

“Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya’qub. Isterinya berkata: “Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.” ” (QS. Huud: 71-72)


Lihatlah bagaimana impian Sarah dan Ibrahim untuk memiliki anak baru terwujud setelah mereka berada di usia sangat-sangat tua. Ketika menyebutkan kisah ini, Allah Ta’ala pun mengatakan di akhir kisah bahwa Allah itu Al ‘Alim (Maha Mengilmui) dan Al Hakim (Maha Bijaksana). Artinya, Allah Ta’ala memiliki ilmu yang sempurna. Sedangkan Allah itu Al Hakim menunjukkan bahwa Allah memiliki kehendak, keadilan, rahmat, ihsan, dan kebaikan yang sempurna. Di samping itu Allah Ta’ala pun betul-betul menempatkan sesuatu pada tempatnya. Inilah pelajaran di balik nama Allah Al Alim dan Al Hakim.[3] Suatu yang mustahil dapat terjadi jika Allah menghendaki. Suatu impian yang sulit terwujud dapat digapai dengan kekuasaan Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.”
(QS. Yusuf: 21). Maha Mulia Allah Ta’ala dengan segala sifat-sifatnya yang maha sempurna.


Pahamilah Takdir Ilahi

Ketahuilah setiap yang terjadi di muka bumi ini sudah tercatat di Lauhul Mahfuzh sejak 50.000 tahun yang lalu sebelum penciptaan langit dan bumi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ


“Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash)


Jika seseorang mengimani takdir ini dengan benar, maka ia pasti akan memperoleh kebaikan yang teramat banyak. Ibnul Qayyim mengatakan, “Landasan setiap kebaikan adalah jika engkau tahu bahwa setiap yang Allah kehendaki pasti terjadi dan setiap yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi.” (Al Fawaid, hal. 94) [4]


Yang Allah takdirkan tidaklah sia-sia. Pasti ada hikmah di balik itu semua.

Allah Ta’ala berfirman,

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ (115) فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ (116)


“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) ‘Arsy yang mulia.” (QS. Al Mu’minun: 115-116)


وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ (38) مَا خَلَقْنَاهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ

“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq.”
(QS. Ad Dukhan: 38-39).

Oleh karena itu, jika impian itu belum terwujud, maka perlu kita pahami bahwa itulah ketentuan Allah. Allah menjanjikan hikmah di balik itu semua karena sifat hikmah yang sempurna yang Dia miliki.

Terus Tawakkal dan Berusaha Semaksimal Mungkin


Kita harus punya sifat optimis dengan selalu bertawakkal (menyandarkan hati pada Allah) dan tetap berusaha untuk menggapai impian yang kita cita-citakan. Ingatlah bahwa siapa saja yang bertakwa dan bertawakkal pada Allah Ta’ala dengan sebenar-benarnya, maka pasti Allah Ta’ala akan memberikan ia jalan keluar dan akan memberikan ia selalu kecukupan.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ


“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 2-3)


Perlu diperhatikan bahwa impian bukan sekedar angan-angan yang tidak ada realisasinya. Jika impian ingin dicapai, tentu harus ada usaha semaksimal mungkin. Cobalah kita saksikan contoh gampangnya adalah seekor burung ketika ia ingin menggapai impiannya untuk memperoleh makanan di hari itu, dia pun pergi ke luar sarangnya untuk mencari hajat yang ia butuhkan. Ketika pulang pun ia dalam keadaan tenang. Inilah yang diisyaratkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً


“Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Umar bin Al Khottob;derajat hasan).


Lihatlah bagaimana seekor burung saja mewujudkan impiannya dengan mencari rizki, dengan berusaha semaksimal mungkin. Bagaimanakah lagi kita selaku insan yang diberi anugerah akal oleh Sang Kholiq?

Teruslah Memohon pada Allah


Untuk mewujudkan impian, janganlah lupakan Yang Di Atas. Kadang kita lalai dan hanya bergantung pada diri kita sendiri yang lemah dan tidak memiliki kemampuan apa-apa. Maka perbanyaklah do’a. Karena setiap do’a pastilah bermanfaat.

Allah Ta’ala berfirman,


ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ


“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al Mu’min: 60)


Jika ada yang bertanya, “Aku sudah seringkali berdo’a, namun mengapa impianku belum tercapai juga?” Kami bisa memberi jawaban sebagai berikut:

Pertama: Do’a boleh jadi terkabul, namun kita saja yang tidak mengetahui bentuk terkabulnya. Terkabulnya do’a bisa jadi dengan dipalingkan dari kejelekan dari do’a yang kita minta. Dan boleh jadi Allah simpan terkabulnya do’a tadi di akhirat kelak. Sebagaimana

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »


“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a-do’a kalian.”
(HR. Ahmad, dari Abu Sa’id; derajat hasan)


Contohnya seseorang berdo’a, “Allahummar-zuqnii, Allahummar-zuqnii” (Ya Allah, berilah aku rizki. Ya Allah, berilah aku rizki). Boleh jadi do’a tersebut, Allah kabulkan segera atau diakhirkan. Allah Ta’ala Maha Mengetahui yang terbaik untuk hamba tersebut. Bahkan boleh jadi pula, Allah simpan do’a tersebut untuk meninggikan derajatnya di surga. Ini tentu saja lebih tinggi dari kebahagiaan di dunia. Kebahagiaan di akhirat kelak tentu jauh berbeda dari kebahagiaan di dunia.

Malik bin Dinar mengatakan,


لو كانت الدنيا من ذهب يفنى ، والآخرة من خزف يبقى لكان الواجب أن يؤثر خزف يبقى على ذهب يفنى ، فكيف والآخرة من ذهب يبقى ، والدنيا من خزف يفنى؟

“Seandainya dunia adalah emas yang akan fana, dan akhirat adalah tembikar yang kekal abadi, maka tentu saja seseorang wajib memilih sesuatu yang kekal abadi (yaitu tembikar) daripada emas yang nanti akan fana. Lalu bagaimana lagi jika akhirat itu adalah emas yang akan kekal abadi dan dunia adalah tembikar yang akan fana?”[5]

Kedua: Terkabulnya do’a boleh jadi diakhirkan agar seseorang tetap giat dan bersemangat dalam berdo’a. Ketika ia giat berdo’a, maka ia pun akan mendapatkan ketinggian derajat di akhirat kelak. Cobalah kita perhatikan apa yang terjadi pada para Nabi ‘alaihimush sholaatu wa salaam. Mereka terus saja berdo’a dan memperbanyak do’a, namun terkabulnya do’a mereka diakhirkan agar mereka tetap semangat dalam berdo’a. Di antara contohnya adalah Nabi Ayyub ‘alaihis salam yang diberi cobaan penyakit selama 18 tahun sehingga ia pun dijauhi kerabat dan yang lainnya. Namun ia tetap terus berdo’a dan berdo’a. Allah pun memujinya karena kesabarannya tersebut,

إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ


“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya).” (QS. Shaad: 44)[6]

Ketiga: Boleh jadi do’a tersebut sulit terkabul karena beberapa faktor penghalang.

Di antara faktor penghalang adalah seseorang mengangkat tangan ke langit, namun ia sering mengkonsumsi makanan, minuman  dan menggunakan pakaian yang haram atau diperoleh dari hasil yang haram ( disebut dalam hadits riwayat Muslim no. 1015, dari Abu Hurairah).



Inilah yang membuat do’a seseorang sulit terkabul. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita rajin mengintrospeksi diri, siapa tahu do’a kita tidak kunjung terkabul karena sebab mengkonsumsi yang haram.
Penutup

Teruslah berusaha, memohon pada Allah, dan janganlah putus asa.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ


“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.” (HR. Muslim no. 2664, dari Abu Hurairah)


Jadikanlah impian kita semata-mata untuk tujuan akhirat dan bukan dunia semata.
Jika ingin meraih kekayaan, jadikanlah ia sebagai amal sholih untuk tujuan akhirat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهَ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا قُدِّرَ لَهُ

“Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.” (HR. Tirmidzi no. 2465, shahih)


Ketika impian tercapai, maka perbanyaklah syukur pada Allah dengan selalu taat dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Lihatlah bagaimana do’a Ibrahim ketika di usia senja ia masih diberi keturunan.

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ (39)

“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. ” (QS. Ibrahim: 39).


Ada ulama yang mengatakan bahwa ketika Isma’il lahir, usia Ibrahim 99 tahun dan ketika Ishaq lahir, usia beliau 112 tahun.[7]

Semoga tulisan ini bermanfaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna..Wallahu'alam Bishawab

Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabb

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك

______________________________________________________________
[1] Faedah dari penjelasan Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam Taisir Al Karimir Rahman, hal. 810, Muassasah Ar Risalah, Beirut, Libanon, cetakan pertama, 1423 H.
[2] Sebagaimana disebutkan dalam tafsir Al Jalalain ketika menafsirkan surat Adz Dzariyat ayat 29.
[3] Lihat Ar Risalah At Tabukiyah (Zaadul Muhaajir), Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 42, terbitan Darul Hadits.
[4] Al Fawaid, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 94, Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, tahun 1425 H.
[5] Lihat Fathul Qodir, Asy Syaukani, 7/473, Mawqi’ At Tafasir.
[6] Lihat penjelasan Syaikh Musthofa Al ‘Adawi dalam Fiqh Ad Du’aa, hal 116, 


Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Memahami Taqdir Illahi


Bismillahir rohmaanir rohiim..
Assalamu'alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh..


Engkau tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk dan engkau harus mengetahui bahwa apa saja yang akan menimpamu tidak akan luput darimu dan apa saja yang luput darimu tidak akan menimpamu.“

  • Beriman kepada Takdir
Kaum muslimin yang semoga dimuliakan oleh Allah Ta’ala,
salah satu rukun iman yang wajib diimani oleh setiap muslim adalah
BERIMAN KEPADA TAKDIR
baik maupun buruk.Perlu diketahui bahwa beriman kepada takdir ada empat tingkatan :

[1] Beriman kepada ilmu Allah yang ajali sebelum segala sesuatu itu ada. Di antaranya seseorang harus beriman bahwa amal perbuatannya telah diketahui (diilmui) oleh Allah sebelum dia melakukannya.

[2] Mengimani bahwa Allah telah menulis takdir di Lauhul Mahfuzh.

[3] Mengimani masyi’ah (kehendak Allah) bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah karena kehendak-Nya.

[4] Mengimani bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu. Allah adalah Pencipta satu-satunya dan selain-Nya adalah makhluk termasuk juga amalan manusia.

Dalil dari tingkatan pertama dan kedua di atas adalah firman Allah Ta’ala
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al Hajj [22] : 70).

Kemudian dalil dari tingkatan ketiga di atas adalah firman Allah (yang artinya),
”Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah,Tuhan semesta alam.” (QS. At Takwir [81] : 29).
Sedangkan untuk tingkatan keempat, dalilnya adalah firman Allah
Allah menciptakan kamu dan apa saja yang kamu perbuat.” (QS. Ash-Shaffaat [37] : 96).
Pada ayat Wa ma ta’malun’ (dan apa saja yang kamu perbuat)
menunjukkan bahwa perbuatan manusia adalah ciptaan Allah.

  • Macam-macam Takdir

Takdir itu ada 2 macam :

[1] Takdir umum mencakup segala yang ada.
Takdir ini dicatat di Lauhul Mahfuzh.
Dan Allah telah mencatat takdir segala sesuatu hingga hari kiamat.


Takdir ini umum bagi seluruh makhluk.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah adalah Qalam (pena).

Allah berfirman kepada qalam tersebut,
“Tulislah”. Kemudian qalam berkata,“Wahai Rabbku, apa yang akan aku tulis?” Allah berfirman,“Tulislah takdir segala sesuatu yang terjadi hingga hari kiamat.”
(HR. Abu Daud. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud).

[2] Takdir yang merupakan rincian dari takdir yang umum.

  • Takdir ini terdiri dari 2 :
(a) Takdir ‘Umri yaitu takdir sebagaimana terdapat pada hadits Ibnu Mas’ud,
di mana janin yang sudah ditiupkan ruh di dalam rahim ibunya akan ditetapkan mengenai 4 hal :


(1) rizki, (2) ajal, (3) amal, dan (4) sengsara atau berbahagia.

(b) Takdir Tahunan yaitu takdir yang ditetapkan pada malam lailatul qadar mengenai kejadian dalam setahun.

Allah Ta’ala berfirman
Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan [44] :

Ibnu Abbas mengatakan,”
Pada malam lailatul qadar, ditulis pada ummul kitab segala kebaikan, keburukan, rizki dan ajal yang terjadi dalam setahun.” (Lihat Ma’alimut Tanzil, Tafsir Al Baghowi)
Seorang muslim harus beriman dengan takdir yang umum dan terperinci ini. Barangsiapa yang mengingkari sedikit saja dari keduanya, maka dia tidak beriman kepada takdir. Dan berarti dia telah mengingkari salah satu rukun iman yang wajib diimani.

  • Salah dalam Menyikapi Takdir
Dalam menyikapi takdir Allah,
ada yang mengingkari takdir dan ada pula yang terlalu berlebihan dalam menetapkannya.

Yang pertama ini dikenal dengan Qodariyyah. Dan di dalamnya ada dua kelompok lagi. Kelompok pertama adalah yang paling ekstrim. Mereka mengingkari ilmu Allah terhadap segala sesuatu dan mengingkari pula apa yang telah Allah tulis di Lauhul Mahfuzh. Mereka mengatakan bahwa Allah memerintah dan melarang, namun Allah tidak mengetahui siapa yang ta’at dan berbuat maksiat. Perkara ini baru saja diketahui, tidak didahului oleh ilmu Allah dan takdirnya. Namun kelompok seperti ini sudah musnah dan tidak ada lagi.

Kelompok kedua adalah yang menetapkan ilmu Allah, namun meniadakan masuknya perbuatan hamba pada takdir Allah. Mereka menganggap bahwa perbuatan hamba adalah makhluk yang berdiri sendiri, Allah tidak menciptakannya dan tidak pula menghendakinya. Inilah madzhab mu’tazilah.

Kebalikan dari Qodariyyah adalah kelompok yang berlebihan dalam menetapkan takdir sehingga hamba seolah-olah dipaksa tanpa mempunyai kemampuan dan ikhtiyar (usaha) sama sekali. Mereka mengatakan bahwasanya hamba itu dipaksa untuk menuruti takdir. Oleh karena itu, kelompok ini dikenal dengan Jabariyyah.

Keyakinan dua kelompok di atas adalah keyakinan yang salah sebagaimana ditunjukkan dalam banyak dalil.

Di antaranya adalah firman Allah :
(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At Takwir [81] : 28-29).

Ayat ini secara tegas membantah pendapat yang salah dari dua kelompok di atas. Pada ayat,“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus” merupakan bantahan untuk jabariyyah karena pada ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak (pilihan) bagi hamba. Jadi manusia tidaklah dipaksa dan mereka berkehendak sendiri.
  • Kemudian pada ayat selanjutnya,
”Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam” merupakan bantahan untuk qodariyyah yang mengatakan bahwa kehendak manusia itu berdiri sendiri dan diciptakan oleh dirinya sendiri tanpa tergantung pada kehendak Allah. Ini perkataan yang salah karena pada ayat tersebut, Allah mengaitkan kehendak hamba dengan kehendak-Nya.
  • Keyakinan yang Benar dalam Mengimani Takdir
Keyakinan yang benar adalah bahwa semua bentuk ketaatan, maksiat, kekufuran dan kerusakan terjadi dengan ketetapan Allah karena tidak ada pencipta selain Dia. Semua perbuatan hamba yang baik maupun yang buruk adalah termasuk makhluk Allah. Dan hamba tidaklah dipaksa dalam setiap yang dia kerjakan, bahkan hambalah yang memilih untuk melakukannya.

As Safariny mengatakan,
”Kesimpulannya bahwa mazhab ulama-ulama terdahulu (salaf) dan Ahlus Sunnah yang hakiki adalah meyakini bahwa Allah menciptakan kemampuan, kehendak, dan perbuatan hamba. Dan hambalah yang menjadi pelaku perbuatan yang dia lakukan secara hakiki. Dan Allah menjadikan hamba sebagai pelakunya,

sebagaimana firman-Nya (yang artinya),
”Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah” (QS. At Takwir [81] : 29).

Maka dalam ayat ini Allah menetapkan kehendak hamba dan Allah mengabarkan bahwa kehendak hamba ini tidak terjadi kecuali dengan kehendak-Nya. Inilah dalil yang tegas yang dipilih oleh Ahlus Sunnah.”
  • Jangan Hanya Bersandar pada Takdir Allah
Sebagian orang ada yang salah paham dalam memahami takdir. Mereka menyangka bahwa seseorang yang mengimani takdir itu hanya pasrah tanpa melakukan sebab sama sekali. Contohnya adalah seseorang yang meninggalkan istrinya berhari-hari untuk berdakwah keluar kota. Kemudian dia tidak meninggalkan sedikit pun harta untuk kehidupan istri dan anaknya. Lalu dia mengatakan,”Saya pasrah, biarkan Allah yang akan memberi rizki pada mereka”. Sungguh ini adalah suatu kesalahan dalam memahami takdir.

Ingatlah bahwa Allah memerintahkan kita untuk mengimani takdir-Nya, di samping itu Allah juga memerintahkan kita untuk mengambil sebab dan melarang kita bermalas-malasan. Apabila kita telah mengambil sebab, namun kita mendapatkan hasil yang sebaliknya, maka kita tidak boleh berputus asa dan bersedih karena hal ini sudah menjadi takdir dan ketentuan Allah. Oleh karena itu,

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

”Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat bagimu. Dan minta tolonglah pada Allah dan janganlah malas. Apabila kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu berkata: ‘Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini atau begitu’, tetapi katakanlah:
‘Qodarollahu wa maa sya’a fa’al’

(Ini telah ditakdirkan oleh Allah dan Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya) karena ucapan’seandainya’ akan membuka (pintu) setan.” (HR. Muslim)

  • Buah dari Beriman kepada Takdir
Di antara buah dari beriman kepada takdir dan ketetapan Allah adalah hati menjadi tenang dan tidak pernah risau dalam menjalani hidup ini. Seseorang yang mengetahui bahwa musibah itu adalah takdir Allah, maka dia yakin bahwa hal itu pasti terjadi dan tidak mungkin seseorang pun lari darinya.

Dari Ubadah bin Shomit, beliau pernah mengatakan pada anaknya,
”Engkau tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk dan engkau harus mengetahui bahwa apa saja yang akan menimpamu tidak akan luput darimu dan apa saja yang luput darimu tidak akan menimpamu. Saya mendengar

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,:

”Takdir itu demikian...Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak beriman seperti ini, maka dia akan masuk neraka.” (Shohih. Lihat Silsilah Ash Shohihah no. 2439)

Maka apabila seseorang memahami takdir Allah dengan benar, tentu dia akan menyikapi segala musibah yang ada dengan tenang. Hal ini pasti berbeda dengan orang yang tidak beriman pada takdir dengan benar, yang sudah barang tentu akan merasa sedih dan gelisah dalam menghadapi musibah. Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk sabar dalam menghadapi segala cobaan yang merupakan takdir Allah.

Ya Allah, kami memohon kepada-Mu,
jadikanlah semua takdir yang Engkau tetapkan bagi kami adalah baik.

Ya Allah, kami meminta kepada-Mu Syurga serta perkataan dan amalan yang mendekatkan kami kepadanya. Dan kami berlindung kepada-Mu dari Neraka serta perkataan dan amalan yang dapat mengantarkan kami kepadanya...
Amin Ya Robbil 'alamiin

Wallahu'alam Bishawab
Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabb

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك

________________________________________________________________
Sumber rujukan utama :
[1] Al Irsyad ila Shohihil I’tiqod, Syaikh Fauzan Al Fauzan,
[2] Syarh Al Aqidah Al Wasithiyyah, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin]


Penulis : Muhammad Abduh Tuasikal

Kamis, 17 Februari 2011

Terkagum Pada Dunia !!!

Bismillahir rohmaani rohiim..
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ..

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kalam-Nya, Al Qur’an sebagai penyejuk hati. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman..Amma Ba'du ..

Sungguh diri ini kadang terkagum-kagum dengan dunia. Begitu terpesona sampai lupa daratan.
Dunia pun dikejar-kejar tanpa pernah merasa puas. Sifat qona’ah, merasa cukup dengan setiap nikmat rizki pun jarang dimiliki. Demikianlah watak manusia. Inilah yang terjadi pada banyak orang, termasuk pula pada diri kami.

Dalam kesempatan kali ini, ada ayat yang patut jadi renungan. Semoga bisa menyejukkan hati. Hati yang terkagum-kagum pada dunia, semoga bisa tersadarkan diri. Ayat tersebut adalah firman Allah Ta’ala,

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ (20)


“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al Hadid: 20)

Beberapa faedah yang bisa kita gali dari ayat di atas:

      Faedah pertama

Dunia ini hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan. Karenanya Allah firmankan,

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan”

Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam ayat lainnya,

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ


“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak  dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imron: 14) Demikianlah Allah menyebutnya dalam rangka menyatakan bahwa dunia itu rendah.

Yang dimaksudkan dunia itu “la’ib” (permainan), adalah sesuatu yang batil. Sedangkan yang dimaksud “lahwu” (melalaikan), adalah segala sesuatu yang melalaikan dan pasti akan lenyap.[1]

Syaikh As Sa’di rahimahullah mengatakan, ”Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menceritakan mengenai bagaimanakah hakikat dunia yang sebenarnya. Diterangkan pula bagaimanakah berbagai tujuan dunia serta semangat manusia untuk menggapainya. Sungguh dunia ini benar-benar hanyalah mainan dan melalaikan.

Badan jadi dibuat kepayahan dan hati pun dibuat lalai.  Inilah realitas yang ada pada pengagung dunia. Lihat saja bagaimana pengagum dunia menghabiskan waktu dan umur mereka dalam hati yang penuh kelalaian, lalai dari dzikir pada Allah, juga lalai dari berbagai ancaman dan peringatan Allah. Lantas lihatlah mereka ketika mereka menjadikan agama sebagai candaan dan kesia-siaan. Hal ini jauh berbeda dengan orang yang sadar akan dunia akhirat (yang pasti ia jumpai). Hati mereka akan senantiasa rindu berdzikir pada Allah, mengenal dan mencintai-Nya. Orang yang memperhatikan akhirat benar-benar akan beramal untuk mendekatkan diri mereka pada Allah.”[2]

      Faedah kedua

Dunia ini hanyalah perhiasan. Allah Ta’ala berfirman,

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ


“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan” Perhiasan yang dimaksud adalah pakaian, makanan, minuman, kendaraan, rumah, istana dan kedudukan. [3]

      Faedah ketiga

Dunia jadi ajang berbangga di antara manusia, sibuk dengan memperbanyak harta dan begitu bangga dengan anak. Itulah yang Allah subhanahu wa ta’ala firmankan,

وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ


“dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak”.

Syaikh As Sa’di rahimahullah menerangkan, “Setiap pengagum dunia begitu saling berbangga satu dan lainnya. Inilah yang sering kita lihat. Mereka sangat ingin sekali tersohor dalam hal itu dari yang lainnya.”[4]

Beliau menjelaskan lagi, “Setiap pengagum dunia  akan selalu berbangga dengan banyaknya harta dan anak dari yang lainnya. Ini suatu realitas pada pengagum dunia.”[5]

      Lalu bagaimanakah sikap yang benar?
Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan kembali, “Hal ini berbeda dengan orang yang mengenal dunia dan hakikatnya. Ia hanya menjadikan dunia sebagai tempat berlalu, bukan negeri yang ia menetap selamanya. Dunia hanya dijadikan negeri sebagai ajang untuk saling berlomba mendekatkan diri pada Allah. Dunia hanya jadi sarana untuk sampai pada Allah. Jika ia melihat orang yang begitu bangga dan saling berlomba dalam harta dan anak, ia balas dengan berlomba (terdepan) dalam amalan sholih.”[6]

Kalimat terakhir yang dikatakan oleh Syaikh As Sa’di di atas hampir sama dengan ucapan Al Hasan Al Bashri:

إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة


“Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam hal dunia, maka unggulilah dia dalam hal akhirat.”[7]

      Faedah keempat

Dalam ayat  ini Allah Ta’ala berfirman,

كَمَثَلِ غَيْثٍ

“seperti hujan”. Ghoits adalah hujan yang datang setelah sebelumnya manusia berputus asa dari turunnya[8]. Ghoits inilah yang disebutkan dalam firman Allah,

وَهُوَ الَّذِي يُنزلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا [وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ]


“Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah yang Maha pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS. Asy Syura: 28). Ghoits inilah hujan yang membuat manusia terkagum-kagum karena sudah begitu lama tak kunjung turun.

      Faedah kelima

Orang yang terkagum pada dunia dimisalkan dengan orang yang terkagum padaghoits. Ghoits adalah hujan yang begitu lama dinantikan, sehingga jika hujan tersebut turun, maka orang pun akan terkagum-kagum, merasa takjub. Demikianlah sifat pengagum dunia. Allah Ta’ala berfirman,

كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ

“seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani.”

Lihatlah bagaimana tanaman yang tumbuh dari hujan tersebut begitu dikagumi. Demikianlah orang kafir yang mengagumi dunia. Mereka begitu tamak pada dunia dan begitu condong padanya.[9]

      Faedah keenam

Allah Ta’ala menjelaskan bagaimanakah sifat dunia.
Bagaimanakah keadaan harta dan kemewahan dunia lainnya.

Allah Ta’ala berfirman,


ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا


“kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur”

Allah Ta’ala menjelaskan bahwa nikmat dunia hanyalah nikmat dan perhiasan sementara yang akan sirna. Allah Ta’ala mensifatinya dengan tanaman yang terlihat kuning, padahal sebelumnya berwarna hijau nan ceria. Tanaman tersebut akhirnya pun hancur kering. Begitulah pula kehidupan dunia. Awalnya berada di masa muda, kemudian beranjak dewasa, lalu dalam keadaan lemah di usia senja.

Manusia di masa mudanya begitu enak dipandang dan ia dalam kondisi fisik yang kuat. Kemudian ia pun beranjak dewasa dan berubahlah kondisi fisiknya. Lalu ia beranjak ke usia tua senja, ketika itu dalam keadaan lemah dan sulit untuk bergerak sebagaimana mudanya. Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam firman Allah Ta’ala,

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ

“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar Ruum: 54)[10]

      Faedah ketujuh

Ayat di atas menunjukkan bahwa dunia pasti akan sirna. Akhirnya dunia adalah suatu keniscayaan. Akhirat suatu hal yang pasti akan kita temui, tanpa diragukan lagi. Oleh karena itu, Allah Ta’ala menceritakan ancaman di akhirat dan juga memotivasi untuk meraih kebaikan di negeri yang kekal abadi.

Allah Ta’ala berfirman,


وَفِي الآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ

“Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya.” Di akhirat cuma ada dua kemungkinan, yaitu mendapatkan siksa ataukah mendapatkan ampunan dari Allah dan meraih keridhoaan-Nya.[11]

      Faedah kedelapan

Dalam ayat ini kita diperintahkan untuk zuhud pada dunia dan lebih mementingkan akhirat[12]. Karena sungguh, kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.

Allah Ta’ala berfirman,


وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ


“Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”.

Disebutkan dalam sebuah hadits, dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَوْضِعُ سَوْطٍ فِى الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا


“Satu bagian kecil nikmat di surga lebih baik dari dunia dan seisinya.”[13]

Sungguh, nikmat dunia dibanding dengan nikmat akhirat amat jauh sekali. Namun kenapa kita lebih mengharap dunia dari akhirat? Mengapa kita lebih mengharap ridho manusia daripada ridho Allah?

Alhamdulillah, rampung sudah faedah berharga dari surat Al Hadiid ayat 20. Betapa indahnya jika bisa merenungkan ayat Al Qur’an di bulan suci ini.

Ayat ini adalah sebagai renungan bagi penulis sendiri agar jangan terlalu kagum dengan kehidupan dunia. Akhirat menunggumu di depan. Dunia dengan pasti akan engkau tinggalkan. Dunia hanyalah sebagai tempat untuk mengumpulkan bekal, yaitu mengumpulkan berbagai bekal dengan amalan menuju negeri kekal abadi di akhirat kelak. Jadi janganlah engkau sangka bahwa dunia ini adalah negeri yang akan engkau kekal abadi di dalamnya.

Semoga Allah memudahkan hamba yang faqir ini meraih surga-Nya, negeri yang kekal abadi penuh dengan berbagai nikmat-Nya...Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabbul 'alamiin

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك
________________________________________________________________________________________
[1] Fathul Qodir, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, Mawqi’ At Tafasir, 7/156.
[2] Taisir Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, 1423 H, hal. 841.
[3-4-5-6] Lihat Idem
[7] Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428 H, hal. 428
[8] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13/428.
[9-10-11] Lihat Idem
[12] Taisir Al Karimir Rahman, hal. 841.
[13] (HR.Bukhori no 3250)




Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

MENUNDUKKAN HAWA NAFSU


Bismillahir rohmaanir rohiim..
Assalamu'alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh..

عن أبي محمد عبدالله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما ما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم – لا يؤمن أحدكم حتى يكون
هواه تبعاُ لما جئت به – حديث صحيح رويناه في كتاب الحجة بإسناد صحيح

Dari Abu Muhammad, Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash radhiallahu ‘anhuma, ia berkata :
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda :
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga hawa nafsunya tunduk kepada apa yang telah aku sampaikan”. (Hadits hasan shahih dalam kitab Al Hujjah)

Hadits ini semakna dengan firman Allah :
“Demi Tuhanmu, mereka tidak dikatakan beriman sebelum mereka berhukum kepada kamu mengenai perselisihan sesama mereka dan mereka tidak merasa berat hati atas keputusan kamu serta menerima dengan pasrah sepenuhnya”. (QS. 4 : 65)

Sebab turunnya ayat ini ialah karena Zubair bersengketa dengan seorang sahabat dari golongan Anshar dalam perkara air. Kedua orang ini datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam untuk mendapatkan keputusan. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Wahai Zubair, alirkanlah dan tuangkanlah air kepada tetanggamu itu”.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menganjurkan kepada Zubair untuk bersikap memudahkan dan toleransi. Akan tetapi, sahabat Anshar itu berkata : “Apakah karena dia anak bibimu?” Maka merahlah wajah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kemudian sabda beliau : “Wahai Zubair, tutuplah alirannya sampai airnya naik ke atas pagar kemudian biarkanlah hingga tumpah”.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melakukan hal semacam itu untuk memberi isyarat kepada Zubair bahwa apa yang diputuskan beliau mengandung mashlahat bagi golongan Anshar. Tatkala orang Ashar memahami sabda Nab Shallallahu ‘alaihi wa Sallam itu, maka Zubair menyadari apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Karena kejadian itulah ayat ini turun.

Hadits yang shahih dari Nabi , beliau bersabda :
“Demi diriku yang ada di dalam kekuasaan-Nya, seseorang di antara kamu tidak dikatakan beriman sebelum ia mencintai aku lebih dari cintanya kepada bapaknya, anaknya, dan semua manusia”.
Abu Zinad berkata : “Hadits ini termasuk kalimat pendek yang padat berisi, karena di dalam kalimat ini digunakan kalimat yang singkat tetapi maknanya luas.

Cinta itu ada tiga macam, yaitu cinta yang didorong oleh rasa menghormati dan memuliakan seperti cinta kepada orang tua, cinta didorong oleh kasih sayang seperti mencintai anak dan cinta karena saling mengharapkan kebaikan seperti mencintai orang lain”.

Ibnu Bathal berkata : “Hadits di atas maksudnya —Wallaahu a’lam— adalah barang siapa yang ingin imannya menjadi sempurna, maka ia harus mengetahui bahwa hak dan keutamaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lebih besar daripada hak bapaknya, anaknya dan semua manusia, karena melalui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam inilah Allah menyelamatkan dirinya dari neraka dan memberinya petunjuk sehingga terjauh dari kesesatan. J

Jadi, maksud Hadits di atas adalah mengorbankan diri dan jiwa untuk membela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berperang melawan bapak mereka atau anak mereka atau saudara mereka (yang melawan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam). Abu Ubaidah telah membunuh bapaknya karena menyakiti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Abu Bakar menghadapi anaknya, Abdurrahman,
dalam perang Badar dan hampir saja anak itu dibunuhnya. Barang siapa melakukan hal semacam ini, sungguh ia dapat dikatakan kemauan-kemauannya tunduk kepada apa yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepadanya..Wallahi taufiq ..

Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabb

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك


SYARAH ARBA’IN AN NAWAWI
Judul Asli : Syarhul arba’iina Hadiitsan An Nawawiyah

Percayahkah Anda sama Peramal ???

Bismillahir rohmaanir rohiim..
Assalamu'alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh..

Pembaca sekalian yang semoga dirahmati oleh Allah,
ada beberapa yang perlu kita tinjau mengenai pembahasan ini :

1. Siapakah yg mengetahui yang Ghaib atau apa yg akan menimpa pada seseorang di masa depan?

Tidak lain hanyalah Allah semata, sebagaimana dalam firman-Nya

“Katakanlah: ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah’, dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.” (Qs. An Naml: 65)

Para Nabi dan Rasul juga bisa mengetahui yang ghoib dengan kehendak-Nya, sebagaimana firman Allah, dalam surat al-Jinn ayat 26-27

“(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, Maka Sesungguhnya dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.”

2. Hukumnya orang yang mengetahui yang Ghaib

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin pernah ditanya, Apa hukum orang yang mengaku mengetahui yang ghaib ? Beliau menjawab:

”Hukum orang yang mengaku mengetahui ilmu yang ghaib adalah kafir, karena ia mendustakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia berfirman.

”Katakanlah : “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Allah‌, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan [An-Naml : 65]

Allah memerintahkan kepada NabiNya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberitahukan kepada manusia bahwa tidak ada seorangpun di bumi maupun di langit yang mengetahui ilmu ghaib kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sesungguhnya orang yang mengaku mengetahui ilmu yang ghaib,
maka ia telah mendustakan Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang khabar ini.
Kita tanyakan kepada mereka : Bagaimana mungkin kalian mengetahui yang ghaib, sedangkan Nabi saja tidak mengetahui ?

Apakah kalian lebih mulia daripada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Jika mereka menjawab : Kami lebih mulia daripada Rasul Shallallahu ’alaihi wa sallam, maka mereka telah kafir karena ucapan itu. Jika mereka mengatakan :

Bahwa Rasul Shallallahu alaihi wa sallam lebih mulia, maka kami katakan :
Kenapa Rasul tidak mengetahui yang ghaib, sedangkan kalian mengetahui ?

Allah berfirman;

”(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridahiNya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan belakangnya . [Al-Jin : 26-27]

Ini adalah ayat kedua yang menunjukkan atas kafirnya orang yang mengetahui ilmu ghaib. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan NabiNya Shallallahu ’alaihi wa sallam untuk mengabarkan kepada manusia dengan firmanNya.

”Katakanlah : Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku‌ . [Al-An’aam : 50]

3. Bertanya kepada peramal

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjelaskan tiga keadaan orang yang mendatangi dukun atau peramal:

   1. Orang yang datang kepada dukun atau peramal lalu bertanya kepadanya dengan tanpa mempercayainya. Ini diharamkan. Hukuman bagi pelakunya ialah tidak diterima sholatnya selama 40 malam, sebagaimana termaktub dalam shahih Muslim bahwa Nabi shallahu’alaihi wa sallam bersabda,

”Barangsiapa mendatangi peramal lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari ”

   1. Orang yang datang kepada dukun lalu bertanya kepadanya dan mempercayai apa yang diberitakannya, maka ini merupakan kekafiran kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Karena ia mempercayai sang dukun mengetahui perkara ghaib, sedangkan mempercayai seseorang tentang pengakuannya mengetahui perkara ghaib adalah mendustakan firman Allah ta’ala

Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah’,
(Qs. An Naml: 65)

Karena disinyalir dalam hadist shahih,

”Barangsiapa mendatangi dukun lalu mempercayai apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad‌ (Riwayat Tirmidzi)

   1. Orang yang datang kepada dukun lalu bertanya kepadanya untuk menjelaskan ihwalnya kepada manusia, dan bahwasanya itu adalah perdukunan, pengelabuhan dan penyesatan. Ini tidak mengapa. Dalil mengenai hal itu, bahwa Nabi shallahu’alaihi wasallam kedatangan ibnu shayyad, lalu Nabi shalallahu’alaihi wa sallam menyembunyikan sesuatu untuknya dalam dirinya, lalu beliau bertanya kepadanya, apakah yang beliau sembunyikan untuknya ? ia menjawab, ”Asap”. Nabi shallahu’alaihi wa sallam bersabda,

”Pergilah dengan hina, kamu tidak akan melampaui kemampuanmu.” (Riwayat Bukhori dan Muslim)

4. Terkadang Ramalan Tersebut Benar ?

Para tukang dukun alias tukang ramal terkadang membawakan kabar yang benar, dan ini tidaklah membuat kita heran karena Nabi shllahu’alaihi wa sallam telah mangabarkan kepada kita bagaimana caranya para peramal dan tukang dukun tersebut ’secara kebetulan’ mengetahui masa depan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila Allah menetapkan perintah di atas langit, para malaikat mengepakkan sayap-sayapnya karena patuh akan firman-Nya, seakan-akan firman (yang didengar) itu seperti gemerincing rantai besi (yang ditarik) di atas batu rata, hal itu memekakkan mereka (sehingga mereka jatuh pingsan karena ketakutan). Maka apabila telah dihilangkan rasa takut dari hati mereka, mereka berkata: ‘Apakah yang difirmankan oleh Tuhanmu?’ Mereka menjawab: (Perkataan) yang benar’. Dan Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Ketika itulah, (syaithan-syaithan) penyadap berita (wahyu) mendengarnya. Keadaan penyadap berita itu seperti ini: Sebagian mereka di atas sebagian yang lain -digambarkan Sufyan dengan telapak tangannya, dengan direnggangkan dan dibuka jari-jemarinya- maka ketika penyadap berita (yang di atas) mendengar kalimat (firman) itu, disampaikanlah kepada yang di bawahnya, kemudian disampaikan lagi kepada yang ada di bawahnya, dan demikian seterusnya hingga disampaikan ke mulut tukang sihir atau tukang ramal.

Akan tetapi kadangkala syaithan penyadap berita itu terkena syihab (panah api) sebelum sempat menyampaikan kalimat (firman) tersebut, dan kadang kala sudah sempat menyampaikannya sebelum terkena syihab; dengan satu kalimat yang didengarnya itulah, tukang sihir atau tukang ramal meIakukan seratus macam kebohongan.

Mereka (yang mendatangi tukang sihir atau tukang ramal) mengatakan: ‘Bukankah dia telah memberitahu kita bahwa pada hari anu akan terjadi anu (dan itu terjadi benar)’, sehingga dipercayalah tukang sihir atau tukang ramal tersebut karena satu kalimat yang telah didengar dari Iangit.” (HR. Al Bukhori).

Maka kita tidak perlu heran jika perkataan tukang ramal tersebut ada yang benar, karena sudah jelas seperti yang di kabarkan oleh hadist Nabi shallahu’alaihi wa sallam di atas. Dan yang perlu kita renungkan ….mengapa syaitan tersebut mau-maunya berusaha untuk mencuri berita dari langit yang dijaga ketat oleh panah api hanya untuk disampaikan kepada manusia melalui tukang ramal ? Tidak lain adalah mereka menginginkan kekufuran kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala supaya menjadi temannya kelak di neraka. Bukankah Iblis telah berjanji kepada Allah,

“Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,” (al-Hijr: 39)

Dan Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman dalam al-Hijr ayat 42-43:

“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat. Dan Sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut syaitan) semuanya.”

5. Meminta Pertolongan
Meminta pertolongan dibagi manjadi empat bagian.

   1. Meminta pertolongan kepada Allah azza wa jalla dan ini hukumnya wajib. Allah berfirman,

”Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan” (Al-Fatihah : 5)

   1. Meminta pertolongan kepada mayyit, makhluk hidup yang tidak dapat dilihat dan tidak mampu memberikan keselamatan maka hal ini termasuk syirik kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Meminta pertolongan kepada dukun dan tukang ramal masuk kedalam kategori ini.

Allah azza wa jalla berfirman,

“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki diantara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki diantara jin, maka jin-jin itu pun menambah dosa bagi mereka.” (Al-Jin: 6)

“Dan janganlah kamu memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat memberikan manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya kepadamu; jika kamu berbuat (hal itu), maka sesungguhnya kamu, dengan demikian, adalah termasuk orang-orang yang zhalim (musyrik).” (Yunus: 106)

   1. Meminta pertolongan kepada makhluk hidup yang mengetahui dan mampu memberikan pertolongan maka hal ini hukumnya boleh. Sebagaimana kisah Musa ’alaihissalam dalam al-Quran,

”…Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. ….”(al-Qoshshosh ayat 15)

Diantara contoh pertolongan jenis ini adalah pertolongan minta keamanan kepada pak polisi dari kejaran penjahat, dan semisalnya.

Dalam memberikan pertolongan, maka dalam rangka meluruskan tauhid sudah semestinya kita meyakinkan kepada yang kita tolong bahwa dia hanyalah sebab atau perantara sedangkan Allah lah yang dapat memberikan manfaat maupun mudharat kepada kita, dan tidak ada yang tidak dapat memberikan manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya kecuali Dia. Allah berfirman,

“Dan jika Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Dia; sedang jika Allah menghendaki untukmu sesuatu kebaikan, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya, Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hambaNya. Dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yunus: 107)

   1. Memohon pertolongan kepada makhluk hidup yang tidak mampu memberikan pertolongan tanpa meyakini bahwa dia memiliki kekuatan tersembunyi. Maka hal ini merupakan tindakan sia-sia atau ejekan terhadap orang yang dimintai untuk menolongnya. Misalnya saat kita tenggelam meminta bantuan kepada orang yang tangannya buntung untuk menyelamatkan kita. Tindakan ini dilarang karena alasan di atas dan karena dikhawatirkan orang lain akan beranggapan bahwa orang yang buntung tersebut memiliki kekuatan tersembunyi yang dapat menyelamatkan orang dari kesusahan.

  • Yang dapat dipetik dari pembahasan di atas

   1. Hanya Allah yang mengetahui yang ghaib dan apa yang akan terjadi di masa depan.
   2. Nabi atau Rasul-Nya juga bisa mengetahui beberapa kejadian di masa depan dengan kehendak-Nya (yang disebut mukjizat).
   3. Barang siapa yang mengaku mengetahui yang ghaib, maka dia kafir. Hukum ini berlaku secara umum.
   4. Sama saja apakah disebut dukun, peramal, para normal, orang pintar, jika mereka bisa mengetahui yang ghaib maka dihukumi sama.
   5. Sama saja hukumnya apakah ramalan seorang dukun peramal atau ramalan bintang (horoscope).
   6. Ramalan dukun atau ramalan bintang (horoscope) memang terkadang benar dan sering salah, maka jangan tertipu dengan hal ini.
   7. Perhatikanlah pada seringnya ramalan tersebut salah, jangan pada sedikitnya ramalan tersebut benar.
   8. Pada dasarnya manusia biasa tidak akan pernah bisa menerawang masa depan , mengetahui yang ghaib, atau memiliki kesaktian mandraguna yang dapat dikendalikan sekehendaknya sendiri kecuali dia telah dibantu oleh Jin.
   9. Memprediksi atau forecasting secara ilmiah dibolehkan misalnya prakiraan cuaca, prediksi permintaan pasar, prediksi penyakit dalam kedokteran, dan sebagainya. Karena hal yang semacam ini bisa didapatkan dengan adanya penelitian yang ilmiah atau data-data historis dengan bantuan komputer atau sejenisnya yang memungkinkan bisa mengetahui peluang untuk kejadian yang akan datang tanpa adanya bantuan Jin.
  10. Meramal atau minta diramal karena tanda-tanda secara dhohir atau lahir atau kejadian alam yang sudah maklum dimengerti oleh umum hukumnya diperbolehkan, misalnya meramalkan akan turun hujan malam ini, karena sekarang mendung. Hal ini diperbolehkan tentu saja dengan tetap menyandarkan kepada kehendak Allah dengan perkataan InsyaAllah.
  11. Meminta tolong kepada manusia diperbolehkan dengan syarat manusia tersebut terlihat mampu untuk menolong kita dan masih dalam batas kewajaran kemampuan manusia tersebut sebagai manusia.
  12. Dampak negatif dan bahayanya televisi, yang hanya dengan iklan semacam diatas menjadikan ummat Islam terancam akan terhapus sholatnya 40 hari dan bahkan terancam kafir dengan apa yang diturunkan oleh Nabi shallahu’alaihi wa sallam. Juga bahaya musik dan lagu yang haram, melalaikan dan memalingkan kita dari mendengarkan murottal al-Quran, membaca al-Quran, apalagi mempelajari bacaannya secara tartil (tajwid) dan mengaji tafsirnya. Maka benarlah keluhan Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

”Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan.”” (al-Furqon ayat 30)

13. Seruan kepada yang berwewenang untuk selalu menyeleksi tayangan-tayangan di televisi terutama yang berbau kesyirikan apapun wujudnya, semisal klenik, dukun, ritual-ritual kejawen, dan sejenisnya entah itu berupa iklan atau sinetron.

14. Seruan kepada ummat Islam supaya mempelajari bagaimana itu mentauhidkan Allah secara benar dan mempelajari hakikat syirik secara detail beserta cabang-cabangnya supaya dapat menjauhinya.

Ya Allah selamatkanlah aku, keluargaku, dan ummat muslim negeri ini dari kesyirikan kepadamu, apapun bentuknya..Wallahi Taufiq Wal Hidayah


Selamatkanlah aku,
keluargaku dan ummat muslim negeri ini dari fitnah media massa yang didalamnya tidak lepas dari musik yang memalingkan dari Mu, wanita-wanita yang mengumbar aurotnya, syubhat kesyirikan, dan berbagai syubhat-syubhat lain yang ada di dalamnya.

Semoga bermanfaat untuk kita semua .Amiin Ya Rabb
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك



Referensi:
1. Utsuluts tslatsah syarah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin

Jagalah Ukhuwah

Bismillahir rohmaanir rohiim..
Assalamu'alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh..

Tidak diragukan lagi bahwa kita tengah berada di suatu zaman di mana nilai-nilai ukhuwwah (persaudaraan) yang dibangun karena Allôh mulai pudar. Orang-orang tidak saling berhubungan melainkan karena pertimbangan materi belaka.

Mereka saling mencintai dan membenci karena dunia. Tidaklah salah seorang dari mereka mendekati yang lain dengan wajah yang manis kecuali karena ada maunya. Tatkala kepentingan itu tidak tercapai, maka senyuman pun berubah menjadi raut masam.

Hal ini bukanlah termasuk gaya hidup as-Salafus Shalih. Mereka sungguh jauh dari model hidup seperti ini. Tidaklah mereka mencintai dan bersahabat dengan seseorang melainkan karena Allôh.

Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

لاَتَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوْا

“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman dan tidaklah kalian beriman sampai kalian saling mencintai…” [HR Muslim (54), Abu Dawud (5193), dan at-Tirmidzi (2689)]

Kita sama-sama mengetahui bahwa defininsi ibadah adalah sebuah nama yang mencakup semua perkara yang yang dicintai dan diridhai oleh Allôh, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang zhahir maupun batin. Diantara perkataan dan perbuatan yang dicintai dan diridhai oleh Allôh adalah menunaikan hak-hak ukhuwwah. Hak seorang muslim atas saudaranya yang lain.

Terlebih lagi jika keduanya adalah sahabat karib. Bukan hanya sekedar saudara sesama muslim. Mereka bertemu dan berpisah karena Allôh, sama-sama berjalan di atas ketaatan kepada Allôh, saling tolong menolong dalam kebaikan, sehingga semakin kuatlah hak-hak ukhuwwah yang ada diantara keduanya. Hak-hak ini hendaknya tetap diperhatikan oleh setiap muslim, baik tua, muda, lelaki, maupun wanita.

Sungguh,
Allôh benar'' telah memberi kenikmatan kepada kaum muslimin dengan menjadikan mereka bersaudaranya.

Allôh Azza Wa Jalla berfirman:
“Lalu menjadilah kalian karena nikmat Allôh orang-orang yang bersaudara, dan kalian dahulu berada di tepi jurang neraka lalu Allôh menyelamatkan kalian darinya.” (Âli ‘Imrân: 103)

Dalam ayat tersebut Allôh menyebutkan nikmat yang telah Ia berikan kepada hamba-hamba-Nya, yaitu menyatukan hati-hati mereka dan menjadikan mereka bersaudara. Hal ini menunjukkan bahwa nikmat yang sangat agung ini, yaitu ukhuwwah, semestinya hanya dilandasi karena Allôh semata.

Seorang muslim harus menyadari bahwa persaudaraan dan rasa cinta diantara sesama kaum mukminin yang dilandasi karena Allôh merupakan suatu nimat yang sangat agung dari Allôh. Maka hendaknya senantiasa dijaga dan dipelihara.

Dalam menafsirkan firman Allôh:   بِنِعْمَتِهِ (karena nikmat-Nya),  sebagian ulama berkata, “Ini adalah peringatan bahwasanya terjalinnya tali persaudaraan dan terjalinnya cinta kasih diantara kaum mukminin hanyalah disebabkan karunia Allôh semata, sebagaimana dijelaskan dalam ayat yang lain:

﴿لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِيْ الْأَرْضِ جَمِيْعًا مَا أَلَّفْت بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ


“Walaupun engkau membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi niscaya engkau tidak bisa mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allôh-lah yang telah mempersatukan hati mereka”
(Al-Anfal: 63)

Maka yang menjadikan hati-hati manusia bersatu dalam ibadah kepada Allôh, sekaligus saling mencintai, padahal mereka berasal dari berbagai penjuru dunia, dari ras yang beraneka ragam, serta dari martabat yang bertingkat-tingkat, hanyalah Allôh semata, dengan nikmat-Nya yang tiada bandingnya. Ini adalah nikmat yang selayaknya seorang muslim bergembira dengannya.

Allôh Azza Wa Jalla berfirman:

﴿قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ﴾

“Katakanlah: ‘Dengan karunia Allôh dan rahmat-Nya’, hendaknya dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat Allôh itu lebih baik dari yang mereka kumpulkan” (Yunus: 58)

Abdah bin Abî Lubâbah berkata: “Aku bertemu dengan Mujâhid. Lalu dia menjabat tanganku, seraya berkata: ‘Jika dua orang yang saling mencintai karena Allôh bertemu, lalu salah satunya mengambil tangan kawannya sambil tersenyum kepadanya, maka gugurlah dosa-dosa mereka sebagaimana gugurnya dedaunan.”

Abdah melanjutkan: “Aku pun berkata: ‘Ini adalah perkara yang mudah.’
Mujahid lantas menegurku, seraya berkata: “Janganlah kau berkata demikian,

karena Allôh Azza Wa Jalla berfirman:

﴿لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِيْ الْأَرْضِ جَمِيْعًا مَا أَلَّفْت بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ﴾


“Walaupun engkau membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi niscaya engkau tidak bisa mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allôhlah yang telah mempersatukan hati mereka”
(Al-Anfal: 63)

Akhirnya ‘Abdah berkata:
“Maka aku pun mengakui bahwa dia memiliki pemahaman yang lebih dibandingkan aku” [Tafsir Ath-Thabar(X/36) dan Hlyatul Auliyâ` (III/297).

Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik, dari

Nabi Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidaklah beriman salah seorang dari kalian hingga dia menyukai
(menginginkan) bagi saudaranya segala (kebaikan) yang dia sukai bagi dirinya sendiri”
[HR Al-Bukhari (13) dan Muslim (45)]

Ibnu ‘Aun berkata: Dari ‘Umair bin Ishaq, ia berkata:
 “Kami menganggap bahwa yang pertama kali diangkat dari manusia adalah persahabatan.”
[Tafsiir Ibnu Katsir, QS. al-Anfaal: 63.]

Wallahi taufiq Wal Hidayah...
Semoga bermanfaat untuk kita semua .Amiin Ya Rabb


سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك