Kamis, 24 Februari 2011

Hadits Yang Sering di Salah Pahami !!!

^smile^ It's a Sunnah ..
Bismillahir rohmaanir rohiim..
Assalamu'alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh..


Sesungguhnya Amal itu Tergantung pada Niatnya.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, empat penulis kitab-kitab Sunan, para penulis kitab Musnad, dan kitab-kitab Sunnah lainnya, dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin al-Khatthab Radhiallahu’anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang diniatkannya. Barangsiapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang dikejarnya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang diniatkan itu.”

Hadits yg agung ini adalah satu dari tiga hadits yg menjadi dasar agama, bahkan hadits ini adalah pokok dari ketiga hadits tsb.

Hadits pertama:

“Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya.”

Hadits kedua:

“Yang halal telah jelas dan yang haram telah jelas, dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang samar (syubhat).” (Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (al-Iman/52/Fath)).

Hadits ketiga:

“Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.” (Shahih, diriwayatkan oleh at-Tarmidzi (Shifah al-Qiyamah/2518).

Hadits ini shahih, memiliki kedudukan dan bahkan sangat jelas.

Meski demikian, hadits yg agung ini telah dipahami secara keliru,
dan diletakkan bukan pada tempatnya dgn berbagai bentuk. Jika hal itu menunjukkah pada sesuatu, maka itu hanya menunjukkan pada kebodohan dan kerusakan yang parah.

Bagaimana bisa demikian?

Berikut kami sebutkan sebagaian contoh memahami hadits ini dgn pemahaman yg keliru.

Banyak di antara Muslim yg tidak mengetahui Islam kecuali hanya namanya saja, dan tidak mengetahui al-Quran kecuali hanya sekadar tulisannya. Jika engkau mengajak atau menyuruh mereka kpd kebaikan, atau melarang mereka dari kemungkaran, maka ia akan mengatakan, “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya.” Padahal mereka sama sekali tdk mengamalkan niat, dan tdk mengetahui keikhlasan niat. Kendati demikia, ia mengatakan, “Sesungguhnya yg menjadi tolak ukur adalah hati, dan aku berhati putih, sedangkan Rabbmu adalah Rabb yg memiliki seluruh hati!!”

Ada seorang wanita yg tidak berhijab dgn hijab Islam, mencelanya dan menanggap hijab sbg pengekangan, serta cadar adalah “setan”. Ia mengatakan, “Agama itu bukan dinilai dari penampilan dan bentuk. Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk rupa kalian, tapi Dia melihat hati kalian.

Selama niatnya baik, tidak jadi persoalan.” Sebagaimana engkau melihat orang-orang yg terjerumus dlm berbagai kemusyrikan. Misalnya, engkau dapati mereka, pada kuburan para wali dan orang-orang shalih, mereka menciumi daun pintu, meminta berkah pada kayu dan pintu, demikian pula berthawaf, bernadzar, berdoa, beristighasah. . . ,

kemudian ia mengatakan, “Aku tidak bermaksud menyembah wali, dan tidak bermaksud menyekutukan Allah. Niatku hanyalah karena Allah, dan aku tidak beribadah kepada selain Allah. Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya.”

Ada orang yg ghuluw (berlebih-lebihan),
bersumpah dengan selain nama Allah dan berdusta, tapi dustanya adalah dusta yg putih. Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya dan masih banyak lagi contoh semisalnya.

Ini bukan khayalan tapi kenyataan. Ada banyak hal yg disaksikan saat kita berdakwah yg seidentik dgn hal ini. Seakan-akan Nabi Sallallahu 'alaihi Wasalla mengatakan hadits ini sebagai pembenaran terhadap kesalahan-kesalahan manusia, dan sebagai senjata untuk membela kemusyrikan, kemaksiatan, serta untuk menghapus kekotoran mereka!!

Tidak. . .wahai kaum !
Bagaimana mungkin kita menurunkan hadits Nabi Sallallahu 'alaihi Wasallam
dari derajat yg tinggi turun untuk bergelimang dlm lumpur.

Apa yg mereka katakan ini benar-benar terbali, sama sekali tidak benar, dan tdk dimaksudkan oleh Rasul. Tetapi sabda beliau:

“INNAMAL A’MAALU BINNIYAATI
(Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya).”

INNAMA adalah adat hash wa qashr (kata yg berfungsi untuk membatasi). INNA dari kata INNAMA adalah huruf taukid (untuk menegaskan) dan nashab (mem-fathah-kan kata benda setelahnya), dan huruf MA mencegah INNA melakukan fungsinya (mem-fathah-kan kata benda setelahnya). AL-A’MAL BI AN-NIYYAT dua kata, mubtada’ dan khabar. Jadi, perbutan (AL-A’MAL) itu dikaitkan dgn niat, dan niat menyertai perbuatan. Perbuatan itu harus benar, dan niat harus ikhlas.

Karena itu, kelanjutan hadits tsb adalah,
“Dan setiap orang hanyalah mendapat apa yang diniatkan.”
Ini sebagai penguat dan penafsir dari kalimat sebelumnya.

Adapun contoh, orang yg ikhlas adalah,
“Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya.”

Sedangkan orang yg tidak ikhlas,
 “Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang dikejarnya atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya karena apa yang diniatkannya itu.”

Orang pertama telah melakukan perbuatan dgn benar dan mengikhlaskan niatnya, maka amalnya diterima, karena keikhlasan adalah landasan perbuatan.

Sedangkan orang kedua, meskipun ia telah melakukan perbuatan yang benar tapi niatnya tidak ikhlas, maka perbuatanya ditolak. Lantas bagaimana halnya dgn orang yg tidak mengerjakan perbuatan apa pun, kemudian ia berdalil dgn hadits ini, atau orang yg beramal tapi tidak ikhlas niatnya, atau orang yang beramal tapi tidak ikhlas niatnya, atau orang yg ikhlas niatnya tapi tidak benar perbuatannya, maka hadits tsb justru menjadi hujjah (bantahan) atas mereka, bukan sebaliknya, yakni menjadi hujjah bagi mereka. Wallahu'alam Bishawab

Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabb


سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك

Tidak ada komentar:

Posting Komentar