Kamis, 17 Februari 2011

Jagalah Ukhuwah

Bismillahir rohmaanir rohiim..
Assalamu'alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh..

Tidak diragukan lagi bahwa kita tengah berada di suatu zaman di mana nilai-nilai ukhuwwah (persaudaraan) yang dibangun karena Allôh mulai pudar. Orang-orang tidak saling berhubungan melainkan karena pertimbangan materi belaka.

Mereka saling mencintai dan membenci karena dunia. Tidaklah salah seorang dari mereka mendekati yang lain dengan wajah yang manis kecuali karena ada maunya. Tatkala kepentingan itu tidak tercapai, maka senyuman pun berubah menjadi raut masam.

Hal ini bukanlah termasuk gaya hidup as-Salafus Shalih. Mereka sungguh jauh dari model hidup seperti ini. Tidaklah mereka mencintai dan bersahabat dengan seseorang melainkan karena Allôh.

Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

لاَتَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوْا

“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman dan tidaklah kalian beriman sampai kalian saling mencintai…” [HR Muslim (54), Abu Dawud (5193), dan at-Tirmidzi (2689)]

Kita sama-sama mengetahui bahwa defininsi ibadah adalah sebuah nama yang mencakup semua perkara yang yang dicintai dan diridhai oleh Allôh, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang zhahir maupun batin. Diantara perkataan dan perbuatan yang dicintai dan diridhai oleh Allôh adalah menunaikan hak-hak ukhuwwah. Hak seorang muslim atas saudaranya yang lain.

Terlebih lagi jika keduanya adalah sahabat karib. Bukan hanya sekedar saudara sesama muslim. Mereka bertemu dan berpisah karena Allôh, sama-sama berjalan di atas ketaatan kepada Allôh, saling tolong menolong dalam kebaikan, sehingga semakin kuatlah hak-hak ukhuwwah yang ada diantara keduanya. Hak-hak ini hendaknya tetap diperhatikan oleh setiap muslim, baik tua, muda, lelaki, maupun wanita.

Sungguh,
Allôh benar'' telah memberi kenikmatan kepada kaum muslimin dengan menjadikan mereka bersaudaranya.

Allôh Azza Wa Jalla berfirman:
“Lalu menjadilah kalian karena nikmat Allôh orang-orang yang bersaudara, dan kalian dahulu berada di tepi jurang neraka lalu Allôh menyelamatkan kalian darinya.” (Âli ‘Imrân: 103)

Dalam ayat tersebut Allôh menyebutkan nikmat yang telah Ia berikan kepada hamba-hamba-Nya, yaitu menyatukan hati-hati mereka dan menjadikan mereka bersaudara. Hal ini menunjukkan bahwa nikmat yang sangat agung ini, yaitu ukhuwwah, semestinya hanya dilandasi karena Allôh semata.

Seorang muslim harus menyadari bahwa persaudaraan dan rasa cinta diantara sesama kaum mukminin yang dilandasi karena Allôh merupakan suatu nimat yang sangat agung dari Allôh. Maka hendaknya senantiasa dijaga dan dipelihara.

Dalam menafsirkan firman Allôh:   بِنِعْمَتِهِ (karena nikmat-Nya),  sebagian ulama berkata, “Ini adalah peringatan bahwasanya terjalinnya tali persaudaraan dan terjalinnya cinta kasih diantara kaum mukminin hanyalah disebabkan karunia Allôh semata, sebagaimana dijelaskan dalam ayat yang lain:

﴿لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِيْ الْأَرْضِ جَمِيْعًا مَا أَلَّفْت بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ


“Walaupun engkau membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi niscaya engkau tidak bisa mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allôh-lah yang telah mempersatukan hati mereka”
(Al-Anfal: 63)

Maka yang menjadikan hati-hati manusia bersatu dalam ibadah kepada Allôh, sekaligus saling mencintai, padahal mereka berasal dari berbagai penjuru dunia, dari ras yang beraneka ragam, serta dari martabat yang bertingkat-tingkat, hanyalah Allôh semata, dengan nikmat-Nya yang tiada bandingnya. Ini adalah nikmat yang selayaknya seorang muslim bergembira dengannya.

Allôh Azza Wa Jalla berfirman:

﴿قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ﴾

“Katakanlah: ‘Dengan karunia Allôh dan rahmat-Nya’, hendaknya dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat Allôh itu lebih baik dari yang mereka kumpulkan” (Yunus: 58)

Abdah bin Abî Lubâbah berkata: “Aku bertemu dengan Mujâhid. Lalu dia menjabat tanganku, seraya berkata: ‘Jika dua orang yang saling mencintai karena Allôh bertemu, lalu salah satunya mengambil tangan kawannya sambil tersenyum kepadanya, maka gugurlah dosa-dosa mereka sebagaimana gugurnya dedaunan.”

Abdah melanjutkan: “Aku pun berkata: ‘Ini adalah perkara yang mudah.’
Mujahid lantas menegurku, seraya berkata: “Janganlah kau berkata demikian,

karena Allôh Azza Wa Jalla berfirman:

﴿لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِيْ الْأَرْضِ جَمِيْعًا مَا أَلَّفْت بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ﴾


“Walaupun engkau membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi niscaya engkau tidak bisa mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allôhlah yang telah mempersatukan hati mereka”
(Al-Anfal: 63)

Akhirnya ‘Abdah berkata:
“Maka aku pun mengakui bahwa dia memiliki pemahaman yang lebih dibandingkan aku” [Tafsir Ath-Thabar(X/36) dan Hlyatul Auliyâ` (III/297).

Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik, dari

Nabi Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidaklah beriman salah seorang dari kalian hingga dia menyukai
(menginginkan) bagi saudaranya segala (kebaikan) yang dia sukai bagi dirinya sendiri”
[HR Al-Bukhari (13) dan Muslim (45)]

Ibnu ‘Aun berkata: Dari ‘Umair bin Ishaq, ia berkata:
 “Kami menganggap bahwa yang pertama kali diangkat dari manusia adalah persahabatan.”
[Tafsiir Ibnu Katsir, QS. al-Anfaal: 63.]

Wallahi taufiq Wal Hidayah...
Semoga bermanfaat untuk kita semua .Amiin Ya Rabb


سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك

Tidak ada komentar:

Posting Komentar